Inilah korban toleransi salah kaprah. Ustadz Abdus Somad (UAS) diadukan ke polisi karena ceramah yang menyinggung patung dan salib. Dari sisi UAS sudah ada klarifikasi bahwa di samping itu ceramah lama, juga ceramah tersebut dilakukan di Masjid di lingkungan internal umat Islam. Tidak mesti ada yang tersinggung. Bahwa ada yang menyebarkan itu persoalan lain, motif penyebaran saja yang dipertanyakan. Bila konteks da"wah ya tidak masalah. Bila motifnya adu domba harus diproses. Dalam hukum pidana motif itu bisa menentukan melawan hukum atau tidaknya suatu perbuatan
Kasus Laiskodat politisi Nasdem lain lagi, di samping ceramahnya di luar konteks keagamaan juga serangan kepada partai dan umat dilakukan secara sengaja. Laiskodat yang dilaporkan banyak pihak nyatanya tidak diproses. Status sebagai politisi partai yang ikut berkuasa dan Kepala Daerah sangat berpengaruh terhadap macetnya proses hukum. Bercermin pada tingkat "penyerangan" Viktor Laiskodat dibanding isi ceramah UAS tentu UAS sewajarnya tidak dilakukan proses hukum. Pada aspek internal umat Islam maka umat mesti dan akan berada di belakang UAS. Apa yang dikemukakan adalah bagian dari pemahaman keagamaan menurut ajaran Islam. UAS harus dibela.
Umat Islam tak pernah marah apapun omongan para Pendeta di Gereja. Mau menilai domba sesat, kaum pendosa, atau apapun toh itu keyakinan agama mereka sendiri dan disampaikan pada komunitasnya sendiri. Begitu juga sebaliknya umat lain tak perlu gelisah atau usil pada ungkapan para Da"i di masjid atau pengajian yang menilai umat selain muslim sebagai kafir, pendusta, penyembah patung atau lainnya. Sepanjang agama mengajarkan demikian. Inilah toleransi.
Tidak mungkin dan mustahil jika kepada komunitas sendiri para Pendeta atau Da"i itu membenarkan dan memuji muji ajaran umat lain. Apalagi menyebut salah pada ajaran sendiri. Karena wajar saja ajaran Islam pasti akan menyatakan kafir bagi orang yang menyatakan semua agama benar. Orang itu telah rusak akidahnya.
Toleransi kini dimaknakan keliru alias salah kaprah. Bukan menghormati perbedaan tapi mencari cari persamaan walau dengan cara dipaksakan. Maka tak aneh di gereja ada santri santri melantunkan shalawat Nabi digabungkan dengan lagu rohani gerejani. Salah kaprah toleransi. Kejahilan dalam beragama.
UAS dimasalahkan atas tuduhan penghinaan simbol agama, sampai sampai cuitan seorang politisi Ferdinand Hutahaean menyebut UAS "seorang hina". Sungguh terlalu. Cuitan Ferdinand ini di samping bisa dipolisikan dan pasti terbukti pidananya, juga tidak proporsional. Apa yang dikemukakan UAS berargumen kuat dan dalam rangka menanamkan keimanan pada umat di lingkungan pengajiannya sendiri. Dalam sesi tanya jawab pula.
Karena pelaporan UAS bersifat tendensius, maka umat Islam mesti membela UAS, berada dibelakangnya untuk mensuport melawan ketidakadilan hukum. Kita masih yakin Polisi akan memilah dan tak akan memproses lebih lanjut laporan tersebut. Laiskodat saja yang brutal diambangkan. Tapi jika terjadi diskriminasi pada tokoh Islam dan Ulama, maka umat Islam harus bergerak berjuang membela melawan kezaliman seperti ini.
Hukum yang diskriminatif dan alat kepentingan tertentu adalah kesewenangan yang menyimpang dari Konstitusi.
Umat Islam mesti melawan sekuat tenaga penyimpangan dan pelecehan ini.
Ulama dan Tokoh umat mesti dibela. Allahu Akbar..!
19 Agustus 2019 (*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #ustad-abdul-somad