JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wacana reshuffle atau perombakan kabinet menimbulkan banyak anggapan dari berbagai kalangan. Bahkan, sebagian orang menilai isu itu digulirkan di tengah penurunan ekonomi nasional.
"Jangan sampai reshuffle ini digiring pada pembentukan persepsi publik bahwa solusi dari persoalan ekonomi dan politik adalah penggantian anggota kabinet," ujar Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Mahfudz Shiddiq di Jakarta, Jumat (22/5/2015).
Sejak kabinet dilantik, sambung Mahfudz mencontohkan, semua kementerian dan lembaga ini ibarat bayi yang baru berusia enam bulan. Karena itu, penataan organisasinya masih belum tuntas akibat lambannya proses pengambilan keputusan dan kuatnya tarik-menarik kepentingan.
"Sehingga, orientasi dan fokus kerja pun masih dalam konsolidasi, misalnya penyesuaian rencana kerja kementerian/lembaga tahun 2015 dengan visi Nawa Cita Jokowi. Dan lebih penting lagi, anggaran kementerian dan lembaga yang dituangkan dalam APBNP 2015 baru saja keluar DIPA-nya bulan Mei ini. Artinya kementerian dan lembaga yang dipimpim Presiden Jokowi sampai saat ini seperti kendaraan yang belum bisa dipacu," ucapnya.
Mahfudz mengibaratkan jika ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah disambut dengan melakukan reshuffle, sama saja presiden akan membunuh bayi yang berusia enam bulan.
"Jadi menurut saya, ide reshuffle tidak akan jadi solusi tapi justru akan menambah persoalan baru. Bahkan yang sebenarnya harus dievaluasi adalah kinerja presiden dalam enam bulan ini, yaitu seberapa efektif presiden mengelola kabinetnya dengan visi, agenda dan manajemen yang jelas dan tepat," jelasnya.
Selain itu dia menambahkan, terkait pelambatan ekonomi nasional disebabkan melemahnya konsumsi pemerintah. Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa laju pertumbuhan domestik bruto (PDB) dari komponen pengeluaran konsumsi pemerintah minus 48.68 persen pada kuartal 1/2015 dibandingkan dengan akhir 2014.(yn)