SURABAYA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), KH Hasyim Muzadi meminta pemerintahan Jokowi-JK agar melakukan diplomasi dengan Pemerintah Myanmar untuk membahas nasib etnis Rohingya yang mengungsi ke Indonesia.
"Yang penting itu ditolong dulu, karena itu soal kemanusiaan. Pakai APBN pun kami setuju, karena dana itu ada pada instansi terkait, jadi tampung dulu, tapi kalau sudah ya lakukan diplomasi ke Myanmar," katanya di Surabaya, Senin (25/5/2015).
Hasyim juga meminta agar pemerintah tidak melihat pertolongan terhadap pengungsi Rohingya atas dasar agama. Yang mesti dilihat adalah sisi kemanusiaan, tanpa melihat penyebabnya semisal bencana alam atau masalah politik.
"Jangan melihat dalam kaitan dengan agama minoritas, karena soal agama itu bukan alasan," kata mantan Ketua Umum PBNU itu.
Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam di Malang dan Depok itu menyatakan pemerintah harus menindaklanjuti faktor kemanusiaan itu dengan melakukan diplomasi.
"Katakan, wahai Myanmar, di Indonesia banyak wargamu, bagaimana," katanya.
Sementara itu, Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur mendesak pemerintah untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Myanmar, bahkan Indonesia pun harus menarik Dubes RI di Myanmar dan mendesak PBB untuk memberikan sanksi pada Myanmar.
"Tragedi kemanusiaan yang menimpa etnik Rohingya sungguh nyata di depan mata. Sudah ribuan jiwa melayang, ribuan jiwa lainnya merana, lari atau meninggal karena kelaparan dan kesakitan di tengah laut," kata Ketua PW GP Ansor Jatim Rudi Tri Wachid.
Menurutnya hak kemanusiaan Rohingya harus dipulihkan dan mereka wajib dibela demi hak kemanusiaan. "Tragedi Rohingya jangan dipandang lagi sebagai isu keagamaan tapi lebih kepada pembersihan etnis. Hal ini terutama terjadi sejak adanya kudeta militer di Myanmar," katanya.
Ia melanjutkan, perbedaan etnis minoritas baru terjadi pada tahun 1960-an ketika kudeta militer. Tahun 1980-an dikeluarkan dekrit tentang etnis dan ada 10 etnis besar yang diakui dan lainnya tidak diakui termasuk Rohingya.
"Krisis kemanusiaan dan pengabaian atas jiwa manusia di kawasan ASEAN terlalu menyolok sampai-sampai sejumlah negara bersitegang 'adu melepas' mandat kemanusiaannya. Urusan hidup terganjal batas teritorial dan diplomatik. Itu tidak benar," katanya.
Hasyim menilai prinsip kemanusiaan wajib dijunjung tinggi, melebihi alasan diplomasi dan teritorial negara, seperti sikap Gubernur Aceh dan rakyatnya. Kini, nasib Rohingya menjadi tanggung jawab semua umat manusia lintas agama, etnik, dan negara.
"Dalam urusan nyawa manusia, rakyat dan pemerintah Indonesia harus satu kata: Selamatkan Rohingya! Bukan keselamatan sesaat, tapi bentuk keselamatan selayaknya sebagai manusia merdeka," tandasnya. (iy/an)