Berita
Oleh Aries Kelana pada hari Selasa, 18 Feb 2020 - 20:07:47 WIB
Bagikan Berita ini :

GP Ansor: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Tidak Jujur

tscom_news_photo_1582031267.jpg
Yaqut Cholil Qoumas (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) terus mengundang berbagai reaksi dari beberapa kalangan. Gerakan Pemuda (GP) Ansor termasuk yang memprotes adanya RUU tersebut.


Menurut ketuanya, Yaqut Cholil Qoumas, RUU Cilaka merupakan RUU yang tidak jujur. Ini karena lebih mengutamakan pada investasi dan investor daripada menciptakan lapangan kerja dan para pekerja.

“Kami juga mencermati bagaimana pemerintah meyakinkan publik agar menerima RUU ini lebih pada argumen “memperbanyak investasi dan menarik investor” daripada narasi bagaimana menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja bagi banyak usia kerja produktif Indonesia agar lebih berdaya di era industri 4.0,” ujar Yaqut.

Pertentangan soal RUU tadi mulai ramai. RUU yang mengutamakan investor dinilai lebih banyak merugikan pekerja. Ini terlihat dari perubahan upah pekerja dari bulanan menjadi jam-jaman. Dengan pola tersebut, maka pekerja akan dibayar berdasarkan produktivitas kerjanya setiap hari. Tidak seperti selama ini berlaku: dibayar bulanan tanpa memperhitungkan produktif tidaknya dalam kesehariannya.

Tidak mengherankan sejumlah organisasi pekerja menyuarakan keberatannya. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal sebelumnya menegaskan menolak adanya RUU yang kontroversial itu. Ia menilai tidak ada prinsip ketenagakerjaan dalam RUU tersebut. Antara lain, dihapuskan upah minimun dan dan pesangon. “Juga adanya oursourcing dan kontrak seumur hidup merupakan cerminan tidak adanya prinsip ketenagakerjaan,” ujarnya.

Ketidakjujuran itu juga nampak pada pengajuan RUU ke DPR. Buruh baru mengetahui RUU tersebut, sehari setelah diajukan ke DPR.

Persoalan Omnibus Law juga tak cuma menyasar pekerja, melainkan juga industri pers. Beberapa industri pers juga keberatan dengan denda baru yang diterapkan dalam revisi UU Pers Tahun 1999 yang termasuk dalam Omnibus Law.

Selain itu adanya kewajiban usaha industri pers untuk mencantumkan nama, alamat dan nama penanggung jawabnya. Semua itu mengindikasikan keinginan pemerintah untuk ikut campur dalam kehidupan pers.

"Niat untuk campur tangan lagi ini terlihat dalam Ombnibus Law Cipta Kerja yang akan membuat peraturan pemerintah soal pengenaan sanksi admintstratif terhadap perusahaan media yang dinilai melanggar pasal 9 dan pasal 12," ucap nggota Dewan Pers Imam Wahyudi di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Pemerintah, dalam hal Menteri Kordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa semua pihak sudah dilibatkan dalam pembahasan RUU itu, termasuk para organisasi pekerja.

"Sepuluh konfederasi sudah diajak dialog dengan Ibu Menteri Ketenagakerjaan, dan ada dibentuk tim. Dengan demikian seluruhnya sudah diajak dalam sosialisasi," katanya usai menyerahkan draf RUU Ciptaker di kompleks Parlemen, Senayan, sebelumnya.

Agaknya protes-protes Omnibus Law akan terus berlanjut dengan munculnya beberapa kekecewaan dari berbagai kalangan. Tinggal, apakah pemerintah terus bergeming terhadap suara mereka?

tag: #omnisbulaw  #gp-ansor  #airlanggahartarto  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement