JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Upaya pemerintah untuk meringankan beban ojek online (ojol) menuai kritikan. Pasalnya, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 soal transportasi online dinilai bertentangan peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan sebelumnya yang berkaitan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang mengaku keberatan. Ketuanya Tulus Abadi mengatakan bahwa mencegah COVID-19 perlu keseriusan dan kerelaan masyarakat untuk berkorban.
"Pemerintah masih tersandera kepentingan ekonomi jangka pendek, yang tidak jelas ujung pangkalnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (13/4/2020).
Tulus mengkritisi salah satu pasal persyaratan pengemudi ojol bisa membawa penumpang. Yaitu setelah membawa penumpang pengemudi ojol wajib melakukan disinfeksi kendaraannya. Tulus melihat pasal ini berpotensi untuk dilanggar atau tidak dipatuhi.
Sebab, pemerintah sulit mengawasi bahwa pengemudi ojol melakukan disinfeksi. Selain itu penumpang bisa mengeluarkan virus Corona – jika sakit – melalui cipratan ludah yang menempel di helm atau jaket pengemudi ojol. Pengemudi ojol tidak selalu mencuci jaket atau helm sehabis mengantar pengumpang.
Jadi niat pemerintah untuk membantu pengemudi ojol justru membuat mereka jadi rentan tertular virus Corona.
"Lha bagaimana cara mengontrol dan membuktikan bahwa motor tersebut sudah disemprot dengan desinfektan? Ini ketentuan yang akal-akalan," ujar Tulus.
"Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain agar Permenhub No. 18 Tahun 2020 dicabut, dibatalkan," katanya.
Sehingga bila Permenhubb itu diberlakukan penerapan PSBB tidak maksimal dalam mencegah penularan COVID-19.