R
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Pemilu di Singapura tinggal setahun lagi. Namun kekawatiran akan masuknya campur tangan asing mulai muncul. Kementerian Dalam Negeri (MHA), Cyber Security Agency of Singapore (CSA) dan Departemen Pemilihan Umum Singapura, untuk mewaspadai hal itu.
Seperti dilansir situs channelnewsasia.com (21/4/2020), tentang ancaman campur tangan asing dalam pemilihan dan risiko keamanan siber.
“Singapura tidak kebal. Kita perlu berjaga-jaga terhadap aktivitas jahat seperti itu saat kita menuju Pemilihan Umum kita sendiri," ujar pernyataan Kementerian Dalam Negeri.
Penasihat MHA menjelaskan bawha ada beebrapa metode yang dikembangkan "aktor asing", seperti negara, lembaga atau orang, untuk ikut campur dalam pemilihan.
"Tujuan para aktor asing yang ikut campur dalam pemilihan adalah untuk membentuk perilaku memilih para pemilih dengan cara yang konsisten dengan hasil politik yang diinginkan dari aktor asing itu," sambung MHA.
Contoh campur tangan asing termasuk disinformasi, penciptaan identitas online palsu, pendanaan kampanye partai politik oleh aktor asing, serta penanaman entitas politik.
Contoh lain dari campur tangan asing adalah amplifikasi sentimen, yang melibatkan penggunaan akun palsu, troll dan bot palsu yang terkoordinasi untuk "mengembang secara penyebaran dan keunggulan narasi yang berguna untuk agenda aktor asing".
Kemudian yang dimainkan aktor asing antara lain, disinformasi atau penciptaan kesan yang salah dari opini publik tentang partai politik, kandidat pemilu atau kebijakan kampanye.
Narasi tersebut juga dapat berisi bahan-bahan yang dapat memberi efek pada fragmentasi sosial dan polarisasi, atau gangguan ketertiban umum dan keamanan, untuk meningkatkan atau mengurangi peluang pemilihan partai politik atau kandidat.
Selain itu, MHA juga mengingatkan partai politik untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang ancaman, meningkatkan literasi digital anggota mereka, dan waspada terhadap perilaku mencurigakan dan agenda tersembunyi.
Partai politik juga perlu menghindari reposting atau meneruskan artikel, pesan teks atau posting media sosial tanpa memverifikasi keasliannya.
Selain ancaman siber, pemerintah melalui Kementerian Pemilihan Umum juga memperhatikan ancaman COVID-19 jika masih berlangsung hingga tahun depan. Untuk itu sebuah Rancangan Undang-undang telah disiapkan pemerintah untuk diajukan ke parlemen.
"Kesehatan dan keselamatan pemilih, kandidat, dan pejabat pemilu sangat penting bagi kami," kata ELD "sebagai tanggapan atas pertanyaan media tentang Parlemen (RUU Pemilu Parlemen) (COVID-19 Pengaturan Khusus)," katanya.
RUU itu, tambahnya, berisi "ketentuan legislatif yang diperlukan" untuk memungkinkan Departemen Pemilu menerapkan pengaturan sementara untuk memastikan keamanan pemilih, kandidat dan pejabat pemilu.