JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Prediksi musim kemarau oleh Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di tahun ini membuat pemerintah ketar ketir. Pasalnya, musim kemarau akan terjadi saat musim wabah Covid-19 masih menghantui negeri.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun secara mendadak memerintahkan jajarannya untuk mengantisipasi dampak paceklik, diantaranya dengan membuka 900 ribu hektare lahat gambut di Kalimantan Tengah untuk dijadikan sawah.
Anggota Komisi IVDPR, yang salah satunya mengurusi soal pertanian,Bambang Purwanto, menilai pemerintah terlalu grasah-grusuh soal proyek besar pertanian ini. Sebab, rencana membuka ratusan ribu hektare sawah itu tidak didukung dengan kesediaan anggaran yang memadai. Memaksakan pembangunan sawah secara besar-besaran tanpa merumuskan anggaran yang benar hanya akan membuat proyek itu ambyar.
"Kalau Presiden sudah tahu seperti itu, mestinya pernyataan itu harus diikuti dengan alokasi anggaran. Nah celakanya, Kementerian Pertanian dan mitra komisi IV ini dipotong semua (anggarannya)," kata Bambang saat dihubungi, Rabu (6/5).
"Jadi nggak nyambung dengan pernyataan Presiden (soal pembangunan sawah) ini," tambahnya.
TEROPONG JUGA:
>Jokowi Ingin Reformasi Sektor Pangan Akibat Wabah, Ingin Tiru Nabi Yusuf?
>Pemerintah Jamin Stok Pangan Aman Selama 4 Bulan Kedepan
Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo telah memangkas anggaran sebesar Rp 3,6 triliun yang berasal dari 9 Eselon I Kementerian Pertanian. Pemangkasan dilakukan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Virus Corona (Covid-19).
Akibat pemotongan anggaran itu, total anggaran Kementan tahun ini tersisa Rp 17,4 triliun dari pagu awal Rp 21 triliun.
Pada 28 April lalu, Kementerian Pertanian dalam rapat bersama Presiden Joko Widodo ditugaskan untuk mengantisipasi paceklik di tengah pandemi. Hal ini sebagai respons terhadap Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) soal ancaman krisis pangan global.
Upaya menanggulangi pangan dalam rapat itu pun disambar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dengan menawarkan lahan gambut 900 hektare di Kalimantan Tengah untuk dijadikan sawah.
Menanggapi hal tersebut, Bambang pun was-was dengan sejumlah rencana pemerintah itu. Pasalnya, mencetak sawah dalam jumlah besar merupakan proyek raksasa. Butuh kajian matang di segala lini, mulai dari pembukaan lahan, pembangunan bendungan, jaringan irigasi, penyediaan pupuk, hingga penyediaan tenaga penggarap.
Belum lagi soal kebutuhan air yang besar di area gambut yang diketahui sangat mudah terbakar. Kelalaian tentang ekosistem gambut hanya akan menimbulkan bencana ekologis.
"Kalau Pak Jokowi mau membuka lahan gambut ratusan ribu hektare, ini nggak bisa ujug-ujug langsung membuka lahan pertanian di lahan gambut, itu harus didasarkan atas studi dulu. Nggak sembarangan, karena kalau salah ini berbahaya," jelas politikus Demokrat ini.
"Beda dengan tabah di Jawa, tanah di sana tidak asam kemudian struktur tanahnya tebal," tambahnya lagi.
Bambang yang juga legislator dari dapil Kalimantan Tengah ini mengungkapkan, dalam tiga bulan terakhir Kalimantan telah terjadi kekeringan. Sehingga kebutuhan irigasi sawah penduduk di sana cukup sulit. Oleh sebab itu, wacana menjadikan Kalimantan Tengah sebagai lumbung pangan di musim kemarau mendatang harus benar-benar dilakukan kajian mendalam. "Harus ada proses yang lama", kata dia.
Meski begitu Bambang mengingatkan pemerintah soal kebutuhan anggaran pada pembukaan lahan besar pertanian itu. Jika tidak, proyek ketahanan pangan yang direncanakan Presiden Jokowi hanya akan menjadi sia-sia. "Coba kalau yang dipotongi itu Infrastruktur, tapi ini Kementan, jangan dipotong karena mengurusi soal pangan kan," ujarnya.