JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR, Mulyanto, mengecam kebijakan pemerintah yang dalam sekejap telah mengalihkan Perpres 75/2019 ke Perpres 64/2020 sebagai jalan menaikkan iuran BPJS. Kenaikan ini tak hanya membuat kaget, kata Mulyanto, tetapi juga menyakiti hati rakyat yang sekarang sedang kesulitan akibat wabah korona.
Tidak hanya itu, Perpres baru itu pun sejatinya mengakibatkan dualitas dalam peraturan yang sama mengenai BPJS. Pasalnya, kata Mulyanto, Perpres sebelumnya masih berlaku kendati Mahkamah Agung (MA) membatalkan sebagian klausulnya. Untuk itu, lanjut dia, pemerintah seharusnya membuat peraturan yang menguatkan keputusan MA tersebut.
"Secara hukum Perpres ini jelas bermasalah. Kedudukan Perpres ini tumpang tindih dengan Perpres No. 75 tahun 2019 yang masih berlaku. Putusan MA No. 7P/HUM/2020 hanya membatalkan pasal 34, ayat 1 dan 2 karena bertentangan dengan peraturan di atasnya yaitu Pasal 2, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 2, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sementara pasal lain masih berlaku," kata Mulyanto kepada TeropongSenayan, Kamis (14/5).
TEROPONG JUGA:
>Berharap Perpres Penurunan, Justru Kenaikan yang Datang
>Refly Harun : Kenaikan Iuran BPJS Pembangkangan Hukum Terhadap Putusan MA
Ia meminta pemerintah membatalkan Perpres 64/2020 yang menjadi dasar hukum kenaikan iuran BPJS. Selain itu, kata dia, di tengah masa darurat pandemi dan disaat kaum muslimin ingin khusuk mengoptimalkan ibadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, pemerintah semestinya peka dan peduli dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Seperti diketahui saat ini sebagian masyarakat sedang kesulitan, usaha banyak yang tidak berjalan, sementara gelombang PHK terus bermunculan. Sebab itu, kenaikan BPJS dinilai hanya menambah beban masyarakat saat ini.
"Setop wacana kenaikan BPJS. Dimana nurani Pemerintah terhadap rakyatnya yang sedang menderita?" tanya Mulyanto.
Diketahui per 1 Juli 2020, iuran BPJS bagi peserta PBPU dan BP naik menjadi Rp150.000 untuk kelas I, Rp100.000 untuk kelas II, dan Rp42.000 untuk kelas III.
Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Wibawa Dasa mengatakan, alasan pemerintah menaikkan premi peserta BPJS karena pemerintah memiliki keterbatasan anggaran untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diimplementasikan melalui BPJS Kesehatan.
"Karena meski ini prioritas kita, tapi negara juga punya fiscal space, jadi tidak semua uang ke sini, harus ada arahan-arahan atau dalam arti berapa besaran yang bisa dilakukan untuk JKN ini dan masyarakat harus terjangkau sesuai kemampuan," katanya.