JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Menko Polhukam, Mahfud MD turut angkat bicara mengenai pelaporan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Panjaitan terhadap mantan Sekretaris BUMN, M. Said Didu.
Dalam kasus tersebut, Said Didu dianggap telag menggangu luhut dan diduga melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Luhut.
Mahfud menegaskan dalam hal ini masyarakat tidak boleh takut dengan Luhut dan juga Said Didu dalam mengawal kasus tersebut.
"Kalau soal kasus Pak Luhut dan Said Didu, dua-duanya sahabat saya, saya bilang begini, siapapun jangan takut dengan Pak Luhut, kalau tak benar dia apa namanya laporannya ya dibebaskan, tapi juga siapapun jangan takut dengan Said Didu meskipun dia dikawal dengan beberapa purnawirawan kan, kalau salah ambil saja, ini hukum," tegas Mahfud saat berbincang dalam talkshow yang dipandu host Deddy Corbuzier, Senin malam (18/05/2020).
Mahfud menyebut permasalahan yang terjadi kepada dua sahabatnya harus segera diselesaikan serta dibuktikan supaya semua polemik yang terjadi bisa segera terjawab.
Mahfud juga menuturkan kalau kritik yang dilontarkan Said Didu mungkin saja benar tetapi hal tersebut harus dibuktikan di proses hukum.
"Mungkin Didu benar, (namun) kebenaran itu harus dibuktikan di kantor polisi nanti. Itu sahabat saya, baik-baik semua, hampir setiap hari WA saya," tuturnya.
Mantan Ketua MK itu juga mengatakan semua orang mempunyai kedudukan sama didepan hukum dan siapapun tidak boleh takut dalam hal penegakan hukum.
Perseteruan antara dua orang sahabat tersebut telah diketahuinya lantaran keduanya aktif untuk menyampaikan informasi.
"Hukum itu tidak boleh takut pada Luhut, tidak boleh takut pada Said Didu, hukum harus berjalan, hukum ya hukum. Dua-duanya sahabat saya, dua-duanya SMS-an tentang kasus itu, saya bilang jalan saja, hukum harus ditegakkan," katanya.
Pakar Hukum Tata Negara ini menjelaskan permasalahan kasus Luhut dengan Said Didu, dibuktikan lantaran adanya kalimat offside Said Didu yang tidak bisa diterima Luhut, hingga berujung pada dugaan pencemaran nama baik.
"Proses pembuktian misalnya begini, kalau dalam kasus Luhut itu kalau bilang bicara Luhut itu pikirannya uang, uang, dan uang, mungkin itu kritikan. Kalau Luhut memaksa Sri Mulyani, untuk menyediakan dana ibukota baru nah itu jadi masalah, karena ada kata memaksa kapan dan dimana. Tidak ada kan anggaran 2021 anggaran untuk ibukota dari mana masuknya?" pungkasnya.