Opini
Oleh Said Didu pada hari Selasa, 17 Des 2024 - 07:17:11 WIB
Bagikan Berita ini :

PIK-2 dan Kehilangan Sawah, Tambak, serta Masa Depan Petani, Petambak, dan Nelayan

tscom_news_photo_1734394631.jpg
Said Didu (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Perkembangan kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) di wilayah Tangerang dan Serang, Banten, membawa konsekuensi besar bagi sektor agraria dan ketahanan pangan nasional. Proyek pembangunan yang masif ini tidak hanya mengubah bentang alam, tetapi juga mengancam keberlanjutan penghidupan ribuan petani, petambak, dan nelayan yang telah menggantungkan hidup mereka dari hasil bumi dan laut di kawasan tersebut.

Luas sawah dan tambak yang terancam hilang mencapai puluhan ribu hektar, yang seharusnya memiliki potensi besar untuk menopang kebutuhan pangan nasional jika dikelola dengan baik. Sayangnya, harga ganti rugi yang ditawarkan oleh pengembang hanya sekitar Rp 50.000 per meter persegi atau Rp 500 juta per hektar, jauh di bawah potensi produktivitas yang bisa dihasilkan lahan tersebut.

1. Potensi Sawah dan Tambak yang Hilang

Berdasarkan data yang ada, luas sawah di Kabupaten Tangerang dan Serang mencapai sekitar 70.000 hektar (40.000 ha di Tangerang dan 30.000 ha di Serang). Jika dikelola secara optimal dengan perbaikan irigasi dan penerapan teknologi modern, sawah ini mampu menghasilkan sekitar 7 ton gabah kering giling (GKG) per hektar per panen, atau sekitar 1,2 juta ton GKG per tahun senilai Rp 6-7 triliun per tahun.

Demikian pula, potensi tambak di kawasan Banten mencapai sekitar 70.000 hektar. Dengan pengelolaan yang baik dan teknologi modern, tambak-tambak ini dapat menghasilkan sekitar Rp 400 juta per hektar per tahun dari komoditas seperti ikan bandeng dan udang, dengan total potensi pendapatan sekitar Rp 30 triliun per tahun.

2. Dampak Sosial dan Ekonomi

Proyek PIK-2 tidak hanya memengaruhi sektor pangan, tetapi juga berdampak langsung pada ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Diperkirakan setidaknya 200.000 tenaga kerja langsung yang terdiri dari petani, petambak, dan nelayan akan kehilangan mata pencaharian mereka jika sawah dan tambak di kawasan ini beralih fungsi menjadi kawasan properti dan komersial.

Lebih parah lagi, kehilangan lahan pertanian produktif akan memperburuk ketahanan pangan nasional, yang seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dalam menjaga pasokan pangan di tengah ancaman krisis global dan perubahan iklim.

3. Ketahanan Pangan vs. Pembangunan

Dalam konteks ketahanan pangan nasional, mempertahankan sawah dan tambak di kawasan Banten jauh lebih efisien dan menguntungkan daripada mencetak sawah baru di luar Pulau Jawa. Pencetakan sawah baru memerlukan biaya tinggi, waktu yang lama, serta tantangan geografis dan ekologi yang tidak mudah diatasi.

Sebaliknya, perbaikan sistem irigasi dan penerapan teknologi modern di lahan yang sudah produktif seperti di Banten akan jauh lebih efektif dalam meningkatkan produktivitas dan menjaga ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.

4. Solusi yang Bisa Ditempuh

Untuk menghindari dampak buruk yang lebih luas, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis seperti:

Melakukan Evaluasi Mendalam: Meninjau kembali rencana pembangunan PIK-2 dengan mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih luas.

Menetapkan Zona Perlindungan Lahan Pertanian: Menetapkan sawah dan tambak produktif di kawasan Banten sebagai zona perlindungan pangan yang tidak boleh dialihfungsikan.

Peningkatan Infrastruktur dan Teknologi Pertanian: Memperbaiki sistem irigasi, akses modal, serta teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas lahan yang ada.

Memberikan Kompensasi yang Adil: Jika alih fungsi tidak dapat dihindari, pemerintah dan pengembang harus memberikan kompensasi yang layak bagi petani, petambak, dan nelayan yang kehilangan penghidupan, termasuk pelatihan dan penyediaan lapangan kerja alternatif.

Kesimpulan

Pembangunan tidak seharusnya mengorbankan masa depan pangan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Keputusan untuk mengalihfungsikan lahan sawah dan tambak produktif di kawasan Banten harus dipertimbangkan secara serius dengan mempertimbangkan nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan yang jauh lebih besar dalam jangka panjang.

Mempertahankan sawah dan tambak di kawasan ini adalah investasi nyata dalam ketahanan pangan dan masa depan bangsa. Jangan sampai pembangunan jangka pendek menghancurkan potensi ekonomi dan sumber penghidupan yang tidak tergantikan.

M. Said Didu
Pengamat Kebijakan Publik dan Mantan Sekretaris Kementerian BUMN

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #said-didu  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah perlu Jalan Tengah

Oleh Ajib Hamdani (Analis Kebijakan Ekonomi Apindo)
pada hari Rabu, 22 Jan 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Memasuki Bulan Januari  2025, kondisi ekonomi nasional dihadapkan dengan tantangan berupa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Pergerakan nilai tukar hampir ...
Opini

Debt Switch Surat Utang Negara Melanggar Undang-Undang, Diancam Pidana Penjara 20 Tahun

Sepuluh tahun terakhir, kondisi keuangan negara semakin tidak sehat. Utang pemerintah membengkak dari Rp2.600 triliun (2014) menjadi Rp8.700 triliun lebih pada akhir 2024.  Yang lebih ...