JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Baru-baru ini sebagian besar partai politik yang anggotanya duduk di parlemen menyetujui dinaikkan ambang parliamentary threshold menjadi 4% dari 2-2,5%. Dengan ambang sebesar itu, maka tertutup kemungkinan partai gurem bisa duduk di kursi DPR.
Bahkan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan kenaikan dari 4 persen menjadi 5 persen, sedangkan Partai Golkar dan NasDem mengusulkan kenaikan menjadi 7%.
Namun langkah tersebut mengundang kecurigaan. Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mencurigai sejumlah parpol mendukung usulan kenaikaan ambang tersebut.
"Karena tidak memiliki alasan yangclearini menimbulkan kecurigaan bahwa sebetulnya tabiat orang berkuasa ingin segalanya serba cepat," kata Firman dalam diskusi virtual, Minggu (14/6/2020).
Firman mensinyalir rencana menaikkan parliamentary threshold sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan partai-partai besar. Sebab dengan angka itu kecil kemungkinan partai kecil masuk DPR.
“Partai kecil mungkin dianggap berpotensi mengganggu, sehingga lebih baik dihabisi saja. Muncul kecurigaan seperti ini karena alasannya (menaikkan PT) tidakclear," sambung Firman.
Untuk itu, ia meminta agar parliamentary threshold tidak usah dibaikkan seperti yang terjadi pada Pemilu 2019. Sebab dengan persentase itu, akan ada tambahan satu partai yang bisa melenggang ke Senayan.
Tetapi jika ingin menaikkan jadi 4%, maka yang 4% harus dipertahankan terus.