JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sepanjang pekan ini, pergerakan rupiah terhadap USD masih cenderung fluktuatif dengan posisi terakhir mengalami pelemahan di level Rp14.257 pada Jumat (12/6).
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai pergerakan rupiah tidak terlepas dari sentimen kondisi pasar global dan domestik sehingga sinergi kebijakan fiskal dan moneter perlu terus dioptimalkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Dinamika pasar global, seperti kebijakan Bank Sentral Amerika, The Fed, untuk mempertahankan kisaran target suku bunga acuan rendah yang mendekati 0 persen hingga akhir 2021, disertai proyeksi ekonomi AS yang terkontraksi cukup dalam, turut menjadi sentimen terhadap pergerakan rupiah," ujar Puteri melalui pesan singkatnya, Minggu (14/06/2020).
Puteri mengatakan kalau secara domestik, tingkat inflasi domestik yang rendah dan defisit neraca perdagangan yang terjaga justru menjadi faktor fundamental yang dapat mendorong penguatan rupiah.
"Perkembangan ini juga ditunjang dengan
premi risiko Indonesia yang diukur dengan instrumen Credit Default Swap (CDS) yang mulai menurun setelah sempat melonjak akibat kepanikan pasar keuangan global,” katanya.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa tingkat inflasi berada sekitar 1,81 persen (year on year) pada Juni 2020.
Sementara, defisit neraca perdagangan masih terjaga sekitar 1,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan diperkirakan lebih rendah dari 2 persen terhadap PDB sepanjang 2020.
Sementara, perbedaan suku bunga untuk SBN tenor 10 tahun berada sekitar 7,06 persen, jauh di atas instrumen sejenis di Amerika Serikat yang bernilai 0,83 persen.
Sedangkan premi risiko Indonesia berada di
kisaran 126 basis poin (bps), lebih rendah dibandingkan bulan Maret yang menyentuh 245 bps, sebelumnya, nilai tukar rupiah sempat terpuruk hingga berada di atas Rp16.000 per USD pada pertengahan Maret lalu.
Eskalasi wabah pandemi memicu kepanikan investor yang mendorong keluarnya portofolio investasi (capital outflows) dalam jumlah yang besar dan memberikan tekanan pada imbal hasil (yields), pasar modal, dan nilai tukar rupiah.
Namun, kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia saat
ini dinilai mulai membaik, BI pun mencatat aliran investasi asing ke dalam Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp7,1 triliun pada awal bulan ini.
“Pasar mulai merespons positif atas berbagai langkah pemulihan ekonomi di Indonesia yang turut memicu masuknya portofolio investasi ke dalam instrumen SBN. Hal ini kemudian menyebabkan pasokan valuta asing(valas) yang memadai dan menopang peningkatan cadangan devisa. Namun, BI juga harus terus memastikan intervensi moneter tetap dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pasar agar rupiah tetap stabil,” ungkapnya.
Wasekjen Partai Golkar ini menuturkan bahwa bauran kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah perlu dijaga keseimbangannya terhadap upaya pemulihan ekonomi, agar mendorong
peningkatan daya saing ekonomi nasional di tengah upaya penanganan pandemi COVID-19.
“Koordinasi dan sinergi antara pemerintah, BI, OJK, dan LPS dalam upaya pemulihan ekonomi dan penguatan nilai tukar rupiah, harus terus terjaga dan dilaksanakan dalam koridor kehati-hatian atau tetap prudent," tuturnya.
Politisi kelahiran Bandung tersebut menyebut agar pelonggaran kebijakan moneter BI berjalan efektif, harus terus diiringi dengan percepatan stimulus fiskal.
"Relaksasi kredit bagi sektor riil yang mulai beroperasi seiring dengan momentum pelaksanaan normal baru, hal tersebut diharapkan dapat menjadi sentimen positif dan menjaga kepercayaan investor,” pungkasnya.