Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Minggu, 05 Jul 2020 - 10:24:03 WIB
Bagikan Berita ini :

Pengamat Ini Sebut Indonesia Tak Pernah Sungguh-sungguh Reformasi

tscom_news_photo_1593919289.jpg
Direktur Eksekutif Government and Political Studies (GPS), Gde Siriana Yusuf (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Direktur Eksekutif Government and Political Studies (GPS), Gde Siriana Yusuf, menilai reformasi yang dibangun pasca jatuhnya rezim Soeharto hingga kini tak pernah dijalankan secara serius. Hal itu ditandai dari maraknya tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme oleh pejabat publik yang makin menjamur di era reformasi.

"Kita tak pernah sungguh-sungguh reformasi. Fakta suami bupati dan istri ketua DPRD yang keduanya ditangkap OTT @KPK_RI bukti bahwa KKN justru makin berkarat. Suami istri yang jabat tertinggi di eksekutif dan legislatif di daerah yang sama hanya terjadi di era reformasi," kata Gde melalui cuitan akun Twitternya, @SirianaGde, Sabtu (4/7).

Menurutnya, semua politisi selalu berdalih tidak adanya aturan yang melarang saat mereka melakukan praktek nepotisme. Akibatnya, tak jarang keluarga dari politikus tersebut masuk dalam pemerintahan dan parlemen bersama-sama.

Fenomena itu, kata dia, juga merupakan bentuk dinasti untuk berkuasa secara turun temurun. "Ujung-ujungnya korupsi dan abuse of power terjadi tanpa kontrol dari legislatif," ujarnya.

Gde menerangkan, politik berbeda dengan hukum positif. Menurutnya, politik itu berbasis gentlemen, goodwill, trust, etika dan moral. Meski tidak ada aturan yang melarang terhadap tindakan "dinasti politik", seharusnya moral dan etika yang bekerja untuk mengontrol syahwat kekuasaan diri sendiri agar tidak terjadi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dan conflict of interest (konflik kepentingan).

Ia menambahkan, dunia perpolitikan semakin karut-marut kala munculnya sistem politik dan kontestasi yang disetir oleh uang. "yang terjadi adalah hanya pengusaha kaya, kepala daerah yang punya kuasa beserta keluarganya yang ikut dalam kontestasi politik. Jika tidak, pasti dibelakangnya ada pemodal pengusaha kaya," ujarnya.

Menurut Gde, perilaku politik tanpa moral dan etika ini terjadi di semua level, mulai dari pusat hingga daerah. Kondisi itu membuat pemerintah daerah dan pusat saling tutup mulut sehingga terjadi pembiaran.

Ia mengungkapkan, tak pernah terjadi partai politik atau kandidat didiskualifikasi atau dipidana karena praktik "money politik". Namun yang terjadi, semua kalangan menyaksikan praktik tersebut benar-benar terjadi di depan mata.

"Kini setelah orang tuanya berkuasa dan terkumpul uang banyak, maka uang & pengaruh itu digunakan untuk jadikan anak-istrinya duduki jabatn kekuasaan, agar nikmat ini dirasakan turun-temurun sekeluarga. Tidak ada lagi rasa malu, apalagi takut kepada Allah bahwa kekuasaan itu amanat," jelasnya.

Jika kondisi tersebut terus trjadi, Gde menegaskan, maka Indonesia tidak akan pernah berhasil bangun dan menyejahterakan rakyatnya.

"Karena anggarn sebenarnya sudah dirampok sejak kontestasi politik. Berapa banyak uang menangkan kontes, termasuk mahar untuk parpol, itulah yang akan ditanggung rakyat dari inefisiensi pembangunan," tandasnya.

tag: #politik  #money-politic  #gde-siriana-yusuf  #reformasi  #indonesia  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement