JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Kementerian Keuangan mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Harga Rupiah atau Redenominasi masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2020-2024.
Anggota Komisi Keuangan (Komisi XI DPR), Anis Byarwati, mengatakan rencana redenominasi rupiah bukanlah wacana baru. Pada tahun 2010, Bank Indonesia sudah merencanakan lima tahapan pelaksanaan redenominasi rupiah.
Ia menjelaskan beberapa nilai manfaat dari redenominasi, yaitu pertama untuk kemudahan dan penyederhanaan sistem pencatatan keuangan bagi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Terutama soal kemudahan teknik perhitungan rupiah karena selama ini selalu melibatkan banyak digit yang berpotensi menyebabkan kesalahan dalam transaksi. Khusus bagi pemerintah akan mempermudah penyusunan APBN yang nilainya saat ini sudah mencapai ribuan triliun rupiah.
Kedua, meningkatkan citra rupiah terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kuotasinya akan sama dengan mata uang di negara lain.
Meski begitu, Anis mengungkapkan bahwa redenominasi rupiah pasti memiliki risiko. Ada persepsi dan kekhawatiran di masyarakat bahwa redenominasi rupiah sama dengan sanering. Dikhawatirkan banyak pemilik modal yang akan mengkonversikan uang rupiahnya kedalam valuta asing khususnya dolar AS.
Padahal, kata Anis, kedua kebijakan itu berbeda. Redenominasi hanya mengurangi jumlah digit tanpa mengurangi nilai uangnya. Sementara sanering adalah mengurangi daya beli dan nilai uangnya.
Anis Byarwati
Risiko lain terkait potensi kenaikan harga karena pembulatan harga ke atas secara berlebihan akibat dari pengusaha dan pedagang yang menaikkan harga semaunya. Anis menegaskan risiko saat pelaksanaan redenominasi harus diantisipasi. “Untuk mengatasi risiko saat pelaksanaannya, diperlukan landasan hukum yang kuat dan dukungan masyarakat,” katanya.
Sebab itu, ia menambahkan harus ada sosialisasi dan edukasi secara aktif, intensif, dan berkesinambungan kepada masyarakat tentang apa itu redenominasi. Hal lain yang sangat diperlukan adalah kerja sama yang baik antara pemerintah, BI, dan OJK serta didukung perbankan, asosiasi industri dan pengusaha, lembaga pendidikan serta lembaga masyarakat lainnya.
Menjawab pertanyaan kapan waktu terbaik memulai pembahasan redenominasi rupiah ini, Anis menekankan sebaiknya pemerintah saat ini fokus menangani pandemi Covid-19. “Masih banyak permasalahan penting lain yang harus dibenahi pemerintah,” ujarnya.