JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu menduga ada sejumlah lembaga negara yang membiarkan bebasnyaburonankasus cessie Bank BaliDjoko Tjandra.
Hal itu disampaikan oleh Said Didu melalui akun Twitter miliknya @msaid_didu. Said Didu menyebut ada sejumlah lembaga negara yang tampak kompak membela kebebasan Djoko Tjandra.
"Polisi, kejaksaan, imigrasi, Kemenkumham dan Kemendagri semua kompak "bela" bebasnya buronan Djoko Tjandra beraktivitas di Indonesia tanpa bisa ditangkap," kata Said Didu dalam akun Twitternya,Selasa (14/7/2020).
Dirinya juga menilai ada dalang dibalik kompaknya sejumlah lembaga negara yang mendukung kaburnya Djoko Tjandra.
"Kalau banyak lembaga yang kompak seperti itu biasanya ada "pengarahnya"" ungkap Said Didu.
Djoko yang merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali ini tidak menghadiri sidang permohonan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan dalih sakit. Sidang mengalami penundaan dan dijadwalkan kembali pada 20 Juli 2020.
Sebelumnya, Jaksa Agung Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menyebut, buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra kembali ke Indonesia untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui pelayaan terpadu, pada 8 Juni 2020. Dia mengaku, pihaknya kecolongan atas informasi tersebut.
Diketahui, Djoko Tjandra, buron BLBI yang juga terpidana kasus cessie Bank Bali sebesar Rp 546 miliar masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan bahwa warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.
Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.
Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.