JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Omnibus Law disebut pemerintah sebagai salah satu prioritas transformasi utama, termasuk untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi. Anggota Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR, Anis Byarwati, memberikan beberapa catatan kritis mengenai hal ini, terutama mengenai seberapa besar omnibus law dapat membantu ekonomi Indonesia pulih setelah tertekan pandemi Covid-19.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini memaparkan, omnibus law Cipta Kerja memiliki beberapa titik kelemahan. Pertama, kelemahan itu berawal dari minimnya penjelasan tentang arah omnibus law.
"Pemerintah sering mengumandangkan "perbaikan iklim investasi" namun tidak menerangkan secara detail bagaimana omnibus law berjalan memperbaiki roda perekonomian Indonesia," kata Anis dalam keterangan tertulis, Ahad, 9 Agustus 2020.
Kedua, Anis melanjutkan, pemerintah mengganggap omnibus law diperlukan untuk menstimulus perekonomian nasional yang terhempas krisis akibat pandemi Covid-19. Namun menurut Anis, perlambatan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya regulasi, karena permasalahan ekonomi Indonesia terletak pada hal yang lebih mendasar.
Anis Byarwati
Ketiga, di antara permasalahan ekonomi Indonesia adalah produktivitas tenaga kerja kita yang masih rendah. Menurut laporan Indeks Kompetisi Global yang dirilis di World Economic Forum (WEF) pada tahun lalu, kemampuan pekerja Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 141 negara dengan skor 64.
"Peringkat ini kalah dari negara tetangga seperti Malaysia yang berada di peringkat ke 30 dengan skor 72.5, walaupun kita masih unggul dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 73 dan 93," kata Anis.
Sementara itu, ia menambahkan, RUU Cipta Kerja hanya fokus untuk menghasilkan lapangan kerja baru, bukan untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Berdasarkan data ini, Anis menilai RUU Cipta Kerja tidak menjawab permasalahan.
Keempat, Omnibus Law RUU Cipta Kerja hanya menyentuh problem ekonomi struktural negara dengan fokus utama untuk mempermudah investasi, dan melonggarkan regulasi ketenagakerjaan bukan ke arah ekonomi fundamental.
“Sedangkan saat ini, problem ekonomi di Indonesia masih bersifat fundamental (mendasar) seperti yang sudah dijelaskan di atas yaitu tentang produktivitas pekerja,” jelasnya.
Kelima, jika pemerintah gagal mengatasi permasalahan fundamental ini maka ekonomi Indonesia tidak akan bangkit dari stagnasi. RUU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mempermudah investasi. “Tetapi dengan meletakkan prioritas pada isu ketenagakerjaan, ini adalah diagnosis yang keliru,” ujar Anis..
Mengutip data World Economic Forum, permasalahan utama yang menghambat investasi di Indonesia adalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya. Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia, sementara korupsi adalah kendala utama.
Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara di Indeks Persepsi Korupsi Perception Index 2019 yang di rilis oleh Transparency International.
"Dengan memperhatikan poin-poin di atas, agaknya kita tidak bisa berharap omnibus law akan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19,” pungkas Anis.