Oleh Bachtiar pada hari Jumat, 16 Okt 2020 - 22:55:30 WIB
Bagikan Berita ini :

Pengamat Ini Sarankan PKS-Demokrat Jadi Motor Legislative Review UU Ciptaker

tscom_news_photo_1602863730.jpeg
Said Salahudin Direktur Sigma (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Keberpihakan PKS dan Demokrat pada perjuangan rakyat yang menolak UU Cipta Kerja perlu dilanjutkan di DPR. Keduanya, bisa mengambil peran sebagai inisiator pembatalan UU Cipta Kerja melalui proses ‘legislative review’.

"Penolakan PKS dan Partai Demokrat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja di Sidang Paripurna DPR beberapa waktu lalu wajar diapresiasi. Tetapi perjuangan mereka dalam memenuhi aspirasi rakyat tersebut semestinya tidak berhenti hanya sampai disitu," kata Pemerhati Hukum Tata Negara Said Salahudin dalam keterangan, Jumat, (16/10/2020).

Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma) mengatakan, untuk lebih meyakinkan publik bahwa PKS dan Demokrat konsisten pada sikapnya perlu mengambil langkah-langkah politik lanjutan yang bersifat strategis dan konstitusional.

"Salah satu langkah politik yang bisa ditempuh oleh PKS dan Demokrat untuk membatalkan omnibus law adalah dengan cara menggagas pembentukan sebuah undang-undang baru. Undang-undang baru yang saya maksudkan adalah sebuah undang-undang yang kira-kira judulnya adalah “undang-undang tentang pencabutan atas UU Cipta Kerja," tegas Said.

Jadi, kata Said, di dalam undang-undang baru itu tidak perlu memuat banyak norma cukup dimuat beberapa pasal yang pada pokoknya menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh undang-undang baru tersebut.

"Sebagai partai politik yang memiliki kursi di parlemen, PKS dan Demokrat memiliki kewenangan untuk itu. Sebab, kader-kader mereka di DPR memiliki hak konstitusional untuk mengajukan usul Rancangan Undang-Undang (RUU). Hak itu dijamin oleh Pasal 21 UUD 1945," papar Said.

Said menambahkan, gagasan untuk mengajukan RUU mengenai pencabutan UU Cipta Kerja oleh Anggota-anggota DPR dari Fraksi-PKS dan Demokrat memiliki landasan yuridis yang kuat.

"Dasarnya adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat. Alasan tersebut merupakan salah satu alasan normatif untuk membentuk sebuah undang-undang," tandas Said.

tag: #omnibus-law  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Berita

DPR Sebut RUU Penyiaran Tak Berangus Kebebasan Pers

Oleh Sahlan Ake
pada hari Selasa, 14 Mei 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi merespons kritik terhadap draf Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Menurutnya, tidak ada unsur ...
Berita

Formappi Desak DPR Segera Selesaikan 45 RUU di Akhir Masa Jabatan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus mendesak DPR segera merampungkan 45 RUU yang masuk Prolegnas 2024. Ia menyebut RUU yang harus ...