JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (AKSI) menyampaikan bahwa saat ini Negara dan Bangsa Indonesia dalam kondisi “BAHAYA”. "Early Warning disampaikan, karena kemerosotan dan kekacauan telah terjadi hampir di semua bidang kehidupan masyarakat dan kondisinya pun semakin luas dan dalam, " kata Ketua Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo dalam sebuah pernyataan yang berjudul: "Tatapan Indonesia 2021".
Pada sisi lain, sangat terlihat bahwa pemerintah bekerja dengan kepalsuan pencitraan kekuasaan, seolah untuk rakyat namun realitanya kekuasaan didayagunakan hanya untuk diri sendiri dan kelompok, sesuai ego politik dan kepentingan oligarki, bersama koalisi partai politik yang terus menerus menggerus kedaulatan rakyat.
Dalam pernyataan itu, KAMI menilai demoralisasi terjadi pada birokrasi pemerintahan baik pusat dan daerah. "Orientasi pada jabatan membuat birokrasi tidak lagi peka pada pelayanan publik dan berbagai persoalan masyarakat. Jual beli jabatan dan pangkat nepotisme makin dianggap biasa, sehingga berujung pada munculnya kasus- kasus korupsi dan abuse of power," tulis pernyataan tersebut.
KAMI mencatat sebanyak 33 kepala daerah dan 4 menteri terjerat korupsi di era Jokowi. Bahkan bantuan sosial untuk rakyat miskin di tengah pandemi Covid -19, yang dananya berasal dari utang luar negeri pun dikorupsi, dengan melibatkan langsung seorang menteri. Hal demikian menjadi bukti bahwa tidak ada niat serius pemerintahan yang mampu menjalankan prinsip-prinsip good governance dan menghindarkan diri dari praktek KKN.
KAMI sepakat dan sesuai dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyatakan, agar para menteri yang melakukan tindak pidana korupsi saat bencana pandemi Covid-19 seperti ini, diancam dan dituntut dengan hukuman mati.
Selain itu, berkembangnya budaya materialisme yang mengagungkan kekuasaan dan kekayaan materi membuat demoralisasi publik makin meluas. Tumpukkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara membuat penyelenggara negara menjauh dari cita-cita proklamasi dan amanah konstitusi. Akibat lingkungan sosial budaya pun terasa pengap. Sementara kerjasama sosial semakin porak poranda, sehingga memanifestasikan suatu bangsa yang terbelah.
Dalam hal penyalahgunaan sumber daya alam dan energi Indonesia tidak lagi berpegang pada prinsip penguasaan negara guna bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian pula dalam pengelolaan aset-aset negara lainnya, dijalankan dengan akal-akalan saja, misalnya dalam akuisisi saham Freeport, puluhan kontrak dan izin tambang nikel, termasuk izin smelter lebih menguntungkan pihak luar.
Akhirnya, sebagaimana deklarasi KAMI pada 18 Agustus 2020, kini KAMI pun mengundang dengan amat sangat agar segenap lapisan bangsa Indonesia berjuang sekuat tenaga, kembali menegakkan semangat dan keluhan cita-cita bangsa, sebagaimana termaktub dalam kata pembukaan UUD 1945. Bila kejahatan didiamkan, maka kejahatan itulah yang akan menang. Jika orang benar tidak melakukan sesuatu, maka saatnya kerusakan terjadi dan kehancuran itu tiba. "Pemerintah hendaknya menjadi teladan masyarakat. Baik buruknya perilaku pemerintah akan ditiru oleh rakyatnya," katanya.