JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Presiden Jokowi mencopot langsung pejabat tinggi PT Pertamina gara-gara masih impor pipa baja yang sebenarnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Kejadian itu ada hubungannya dengan target tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang dipatok pemerintah bisa mencapai 53 persen di tahun 2024. Pertamina adalah salah satu perusahaan di sektor energi yang punya potensi besar dalam mencapai target tersebut.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi dan Migas, Bobby Gafur Umar menjelaskan penyebab Indonesia kerap impor pipa dari China. Pertama, pabrik baja dalam negeri tidak berproduksi secara maksimal. Menurutnya, pabrik baja di dalam negeri hanya berproduksi sekitar 40 persen dari kapasitasnya. Sebab, pasar dalam negeri dikuasai impor. Dampaknya, biaya produksi pipa baja di dalam negeri jadi kurang efisien. "Contoh besi dan baja yang disebut pabrik pipa 30-40 persen utilisasi, padahal market ada berarti sisanya diisi impor," katanya.
Kedua, harga pipa impor lebih murah. Mantan Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) tersebut mengungkapkan, harga produk pipa baja impor dari China lebih murah 30 persen dibanding produk dalam negeri. Ia menggambarkan, efisiensi dari pabrik besi dan baja China mampu memproduksi 2-3 juta ton. Kapasitas produksinya jauh di atas pabrik-pabrik baja di Indonesia.
"Harga produk pipa impor ini lebih murah dibanding produksi dalam negeri karena Indonesia itu pabrik Indonesia kapasitas 100-200 ribu ton per pabrik," katanya.
Ketiga, bunga bank yang ditawarkan perbankan China lebih rendah dibanding di Indonesia. Menurut catatannya, bunga bank bagi pengusaha China hanya sekitar 3-4 persen. Sementara di Indonesia bunga bank masih sekitar 10 persen ke atas."Belum lagi biaya logistik yang masih mahal, ya meskipun sudah ada kemajuan dalam hal pembangunan jalan tol dan pelabuhan," ujarnya.
Keempat, pengusaha Indonesia tidak dapat insentif. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan China. Menurutnya ada insentif yang diberikan kepada eksportir dari pemerintah China, khususnya untuk ekspor barang jadi. "Ekspor barang jadi mendapat tax insentif, mereka bisa 30 persen lebih murah. Maka dari itu akibatnya pabrik-pabrik kita tidak maksimal utilisasi. Kalau utilisasi aja tidak maksimal bagaimana orang mau bangun pabrik? Industri kita enggak tumbuh," ucapnya.
Pengertian TKDN
TKDN adalah persentase komponen produksi yang dibuat di Indonesia pada suatu produk barang dan jasa atau gabungan antara barang dan jasa.
Dalam industri minyak dan gas, lazimnya pengadaan proyek-proyek engineering procurement and construction (EPC) dikerjakan dengan melibatkan banyak komponen seperti bahan baku, mesin, elektrikal, tenaga kerja, dan sebagainya.
Komponen-komponen penyusun tersebut seringkali harus didatangkan di luar negeri alias impor mengingat beberapa komponen belum bisa diproduksi di dalam negeri.
Aturan TKDN pemerintah mewajibkan kontraktor migas untuk melakukan pembatasan penggunaan komponen impor dalam persentase tertentu.
Sementara untuk pengawasan penggunaan TKDN, akan ditunjuk verifikator untuk memastikan penggunaan TKDN sesuai persentase.
Aturan penggunaan TKDN sendiri diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2018 tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri.
Berbeda dengan perusahaan swasta yang relatif lebih longgar atau hanya untuk bidang-bidang tertentu, aturan TKDN sendiri diberlakukan sangat ketat untuk perusahaan BUMN, BUMD, dan instansi pemerintah.