JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mengakui tidak melakukan apa yang didakwa oleh Komisi Pemerintasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial sembako dalam rangka penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial Tahun 2020.
Untuk langkah selanjutnya, Juliari menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukum.
“Mengerti namun saya tidak melakukan apa yang didakwakan tersebut. Saya menyerahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum," kata Juliari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (21/4/2021).
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum Juliari Peter Batubara, Magdir Ismail mengatakan pihaknya memilih tidak akan menyampaikan eksepsi atas dakwaan KPK terhadap Juliari. Menurut Magdir, Juliari akan membantah semua dakwaan KPK dalam persidangan berikutnya dan ingin segera menyelesaikan persidangan tersebut.
“Kami sudah berdiskusi dengan terdakwa dan para penasihat hukum, kami tidak akan mengajukan keberatan dengan pertimbangan bahwa agar perkara ini bisa diselesaikan secara cepat,” ujar Magdir.
Namun, Magdir mengatakan pihaknya mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar memperhatikan jumlah uang dan para pemberi suap dalam surat dakwaan KPK. Pasalnya, yang riil disebutkan memberikan suap hanya Harry Van Sidubukke dengan nilai suap Rp 1,28 miliar terkait terkait penunjukan PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude dalam pengadaan bansos sembako di Kemensos Tahun 2020 dan Ardian Iskandar Maddanatja dengan nilai suap Rp 1,95 miliar terkait penunjukan PT Tiga Pilar Agro Utama.
“Terkait dakwaan menerima suap Rp 29,252 miliar, disebutkan dalam surat dakwaan berasal dari sejumlah pihak, tetapi pihak-pihak tersebut tidak pernah didakwa dan diadili memberikan suap kepada klien kami melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Jadi, yang riil sebenarnya hanya Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dengan total nilai suap Rp 3,23 miliar,” tandas dia.
Padahal, kata Magdir, jika benar uang sebesar Rp 29,252 miliar merupakan uang suap, harus diterangkan siapa penyuapnya. Kalaupun itu masuk dalam kategori suap pasif, kata dia, maka juga harus jelas siapa pemberi karena tindakan suap merupakan delik berpasangan.
“Kami katakan demikian karena sependek pengetahun kami delik suap itu adalah delik berpasangan, ada pemberi dan ada penerima. Dan Klien kami didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor. Tetapi belum ada yang didakwa sebagai pemberi uang sebesar Rp 29.252.000.000,00,” terang Magdir.
Berdasarkan surat dakwaan, tercatat sebanyak 57 vendor atau perusahaan diduga memberikan total nilai suap senilai Rp 29,252 miliar kepada Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso dalam pengadaan bansos sembako di Kemensos Tahun 2020. Dari 57 vendor ini, terdapat 29 vendor yang disebut menyerahkan fee dalam dakwaan, namun membantah dalam BAP. Total nilai suap dari 29 perusahaan yang membantah ini sebesar Rp 15,967 miliar.
Lalu, terdapat 20 vendor yang justru tidak diperiksa atau di-BAP sama sekali. Total nilai suap dari 20 vendor yang tidak diperiksa sama sekali, tetapi disebutkan dalam dakwaan sebesar Rp 9 miliar. Hanya ada 8 vendor yang mengakui menyerahkan uang sebagai fee dan/atau tanda terima kasih melalui Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Total nilai suap dari 8 vendor ini sebesar Rp 4,28 miliar.
“Sekiranya tidak adanya penyuapan terkait dengan uang sebesar Rp 29,252 miliar, tetapi adalah gratifikasi dan penerimanya tidak melapor kepada KPK, senyatanya tidak ada pula dakwaan penerimaan gratifikasi tanpa melapor kepada KPK,” ungkap Magdir.
Selain itu, Magdir juga meminta majelis hakim untuk memperhatikan bahwa semua uang suap yang didakwakan, tidak berasal dari Juliari P Batubara, tetapi melalui perantaran Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
“Kami minta perhatian dari Majelis Hakim juga, bahwa semua uang yang disita oleh penyidik KPK, ketika dilakukan tangkap tangan tidak berasal dari klien kami Jualiri P. Batubara. Dan ketika klien kami mengetahui adanya tangkap tangan terhadap Matheus Joko Santoso, dengan iktikad baik klien kami datang ke kantor KPK untuk menemui penyidik,” pungkas Magdir.