Berita
Oleh Bachtiar pada hari Kamis, 29 Apr 2021 - 19:54:21 WIB
Bagikan Berita ini :

Permenperind no 3 Tahun 2021 Dikritik Sejumlah Anggota DPR RI, Ini Jawaban Kemenperin

tscom_news_photo_1619700861.jpg
Abdul Rochim Dirjen Industri Agro Kemenperin (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim menegaskan, Peraturan Menteri Perindustrian NO. 3 Tahun 2021 Tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional,

merupakan kebijakan pengaturan produksi pada pabrik gula sebagai upaya untuk memenuhi gula untuk kebutuhan konsumsi dan gula untuk kebutuhan industri (dalam hal ini makanan, minuman dan farmasi).

Rochim kembali menjelaskan, setidaknya ada 3 point penting di dalam peraturan ini yang bisa di cermati.

"Pertama, Penertiban dalam produksi gula pada pabrik gula untuk mengurangi potensi kebocoran/rembesan gula," papar Rochim saat dihubungi, Kamis (29/04/2021).

Kedua, lanjut dia, yaitu soal fokus produksi.

"Dengan adanya peraturan ini, PG akan benar-benar fokus untuk memproduksi gula sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. PGR memproduksi GKR untuk melayani industri maminfar, sedangkan PG berbasis tebu memproduksi GKP untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi sebagai upaya mencapai swasembada gula nasional. PGR tidak boleh memproduksi GKP untuk konsumsi, begitu juga PG basis tebu tidak boleh memproduksi gula industri/GKR. Jadi masing-masing fokus," jelasnya.

Ditegaskannya lagi, Pabrik Gula Rafinasi (PGR) fokus melayani industri makanan, minuman dan farmasi.

"Tidak ada lagi penugasan-penugasan PGR untuk memproduksi gula konsumsi/GKP, sehingga produksinya tidak terganggu dalam melayani kebutuhan gula untuk industri yang setiap tahun permintaannya semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri maminfar yang juga bertumbuh positif setiap tahunnya," kata Rochim.

Selanjutnya, kata dia, Pabrik gula basis tebu fokus pada upaya-upaya swasembada gula konsumsi.

Pada saat ini, ungkap dia, impor gula baik dalam bentuk GKM maupun GKP untuk konsumsi semakin meningkat, pemerintah ingin mengupayakan pengurangan impor ini.

"Sejak 2015 s/d 2020 telah terbangun sekitar 7 PG berbasis tebu dengan kapasitas cukup besar (8.000–12.000 TCD), disamping itu juga PG-PG lama baik swasta maupun BUMN banyak juga yang meningkatkan kapasitasnya, tetapi sayangnya produksi gula tidak semakin meningkat, justru semakin menurun," paparnya.

Hal ini, menurutnya, karena perkebunan tebunya tidak semakin meningkat, tidak ada perkembangan bahkan cenderung menurun, baik luas lahannya maupun produktivitasnya, terutama di P Jawa.

Sementara itu, kata dia, produksi gula di pabrik tergantung dari produksi tebu di perkebunan tebu.

Dengan ini, kata dia, diharapkan PG-PG basis tebu, terutama yang baru fokus untuk membangun perkebunan tebu dan membina petani tebu (melalui kemitraan), membantu bibit, pupuk, pendampingan budidaya (pada saat ini tidak ada penyuluh khusus petani tebu), dan akses ke sumber pembiayaan.

Sehingga diharapkan hal ini akan kembali meningkatkan minat masyarakat untuk menanam tebu dan perluasan areal perkebunan tebu, serta meningkatnya produksi dan produktivitas bahan baku tebu, yang akan berdampak pada peningkatan produksi gula nasional.

"Dengan adanya peraturan ini diharapkan akan ada perbaikan dari sisi pengembangan perkebunan tebu secara nasional sebagai bahan baku gula, yang akan berdampak pada peningkatan produksi gula nasional dan perbaikan pendapatan petani tebu," harapnya.

Yang ketiga, kata dia lagi, Permenperind no 3 Tahun 2021 ini sebagai upaya menjamin ketersediaan gula konsumsi/GKP untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri/GKR sebagai bahan baku/bahan penolong industri makanan, minuman dan farmasi.

Dikatakannya, ketersediaan gula konsumsi/GKP akan dipenuhi oleh PG berbasis tebu, dengan bahan baku tebu maupun bahan baku raw sugar impor (yang dihitung dari defisit neraca gula konsumsi nasional).

Nantinya, kata dia, ketersediaan gula industri/GKR akan dipenuhi oleh PGR yang berbahan baku raw sugar impor karena produksi gula di dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan industri maminfar.

"Perhitungan kebutuhan gula konsumsi dan gula industri (Neraca Gula Nasional) setiap tahunnya dilakukan melalui rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang melibatkan seluruh K/L terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, BPS, BMKG dan Bulog. Berdasarkan perhitungan neraca gula nasional, diharapkan tidak ada kekurangan ketersediaan gula di dalam negeri, baik gula konsumsi maupun gula industri," ungkapnya.

Untuk industri makanan, minuman dan farmasi, termasuk IKM mamin, pabrik gula rafinasi siap mensuplai GKR untuk industri dengan mekanisme yang berlaku (sesuai Permendag 1/2019 tentang peredaran GKR), b to b, dan untuk IKM yg tidak dapat langsung membeli ke PGR karena permintaannya dalam jumlah yang kecil dapat membentuk koperasi.

Karena berdasarkan permendag 1/2019 perdagangan GKR tidak dapat melalui distributor, tapi dapat melalui Koperasi IKM, hal ini untuk mengurangi potensi kebocoran. Di samping itu, dengan penyaluran langsung ke industri dengan b to b, industri mamin dapat memperoleh harga gula yang kompetitif, sesuai dengan kualitas, spesifikasi dan harga yang disepakati, sehingga industri mamin dapat berproduksi dengan lebih efisien.

Jadi, kata dia, dengan adanya peraturan ini akan lebih menjamin ketersediaan gula konsumsi/GKP untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri/GKR sebagai bahan baku/bahan penolong untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

"Di samping itu, peraturan ini juga diharapkan akan bermanfaat dan berdampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan tebu dan produksi gula nasional menuju swasembada gula, peningkatan pendapatan petani tebu, serta mendorong pengembangan industri makanan dan minuman nasional," ujarnya.

"Ke depannya, harap dia, dengan adanya PP 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian (sebagai turunan dari UU No. 11 tentang Cipta Kerja), mekanisme penentuan alokasi kebutuhan GKP dan GKR akan dibuat dalam sistem Neraca Komoditas yang terintegrasi dengan sistem INSW, dengan menggunakan data suplai dan demand yang akurat dan akuntabel (Pasal 11 PP 28/2021)," pungkasnya.

Sebelumnya, sejumlah anggota DPR RI lintas fraksi di DPR seperti Arteria Dahlan dari FPDIP, Abdul Wachid dari fraksi partai Gerindra dan Bambang Purwanto dari Fraksi partai Demokrat mengkritik keberadaan Permenperind no 3 Tahun 2021 Tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.

tag: #kementerian-perindustrian  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement