JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Fraksi Partai Demokrat (FPD) meminta pemerintah lebih realistis menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2022. Di tengah ketidakpastian dan perlambatan ekonomi, target pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2 sampai 5,8 persen dinilai terlalu optimis.
Demikian antara lain pandangan FPD yang disampaikan dalam sidang paripurna DPR RI (25/5/2021) yang dibacakan Irwan. Pandangan ini merupakan respons fraksi-fraksi di DPR atas keterangan pemerintah terkait kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal (PPKF) RAPBN tahun anggaran 2022.
‘’Sebagai pertimbangan, pencapaian target pertumbuhan 2021 pada kuartal I masih mengalami kontraksi minus 0,74 persen,’’ sindir Irwan dalam keterangan tertulis, Rabu, (26/5/2021).
Dikatakannya, pemerintah juga sebaiknya mencermati fenomena inflasi rendah di tengah resesi ekonomi saat ini ketika menetapkan proyeksi inflasi tahun 2022 sebesar 2,0-4,0 persen. Dalam hal ini, diperlukan koordinasi yang baik antara pusat, daerah dan Bank Indonesia agar stabilitas tingkat harga dapat terus terjaga.
‘’Selain itu, FPD juga meminta wacana untuk menaikan PPN dikaji ulang. Masalah ini sebaiknya didalami secara hati-hati dan bijaksana karena akan berpengaruh langsung terhadap nilai inflasi,’’ tambah Irwan.
Untuk memacu pertumbuhan, FPD meminta pemerintah terus menstimulasi perekonomian. Caranya antara lain dengan menjaga daya beli masyarakat, dan mendukung terus UMKM agar dapat tetap berkarya serta membuka lapangan kerja demi menekan angka pengangguran dan kemiskinan.
‘’FPD meminta pemerintah senantiasa mengambil kebijakan yang pro-growth (pro pertumbuhan), pro-poor (pro kemiskinan), pro-environment (pro-lingkungan) dan pro-job (pro penciptaan lapangan kerja). Karena kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan rakyat adalah yang utama,’’ kata Politikus Demokrat itu.
Di atas itu, pemerintah perlu menjaga kesejahteraan masyarakat, menjaga iklim investasi dan bisnis tetap berjalan dengan baik. Jangan sampai akibat kebijakan yang tidak tepat, pelaku industri mati kutu dan investor hengkang dari Indonesia.
‘’Perlu dipahami, di tengah pandemi, perusahaan mengalami dilema. Pemasukan menurun drastis, namun di sisi lain tuntutan kenaikan upah minimum buruh juga menguat,’’ pungkas dia.