Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Kamis, 01 Jul 2021 - 16:38:08 WIB
Bagikan Berita ini :

Sebelum Pajaki Daging Ayam dan Telur, Pemerintah Jangan Lupa Berantas Rente dan Korupsi

tscom_news_photo_1625132288.jpeg
Singgih Januratmoko (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pemerintah berencana menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembako, terutama beras jenis premium dan daging impor. Sementara kelompok sembako lainnya dinilai belum menjadi fokus pemerintah. Rencana pengenaan PPN sembako itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Untuk sembako mewah tersebut, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen dan multitarif 5 persen hingga 25 persen.

“Ada gap penerimaan pajak, karena kebijakan dan pengecualia, serta kepatuhan yang belum optimal,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam webinar RUU PPN terhadap Industri Strategis Nasional yang dilaksanakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Kamis (1/7).

Ia menyebut, saat ini hanya orang kaya yang menikmati sembako yang tidak kena pajak.

“Beras Jepang dan daging wagyu misalnya, tentu beda dengan beras dan daging yang biasa dikonsumsi masyarakat kebanyakan,” tegas Yustinus.

Rencana pemerintah tersebut dikritisi oleh Anggota Komisi VI DPR yang juga Ketua Umum DPP Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko. “Keputusan pemerintah untuk menerapkan pajak, bakal merugikan peternak,” pungkas Singgih.

Ia membeberkan beberapa alasan. Pertama, industri perunggasan nasional saat ini berkutat dengan efisiensi dalam produksi. Hal ini menjadi tantangan yang besar.

“Efisiensi inilah yang menentukan persaingan usaha, baik di dalam maupun di dalam negeri. Perlu diingat kembali, Brasil telah memenangkan gugatan sengketa perdagangan di WTO. Dengan demikian, negara itu bisa memasukkan daging ayam ke Indonesia,” ujar Singgih.

Para peternak di Brasil dapat berproduksi secara efisien, karena pasokan dan harga pakan, DOC dan sapronas stabil. Sehingga harga pokok penjualan (HPP) mereka juga rendah. Bila dibandingkan dengan Indonesia, HPP ayam peternak mandiri yang berkisar pada Rp 19.000 per kg. Sementara HPP ayam Brasil hanya berkisar Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kg.

“Bisa dipastikan, bila daging ayam Brasil masuk ke Indonesia akan menggulung peternak rakyat,” ujarnya.

Bisnis perunggasan di Indonesia, dalam setahun terakhir ini menikmati harga yang stabil, karena pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Peternakan mampu menjaga supply dan demand.

“Dalam jangka pendek, menjaga supply dan demand ini memang menciptakan bisnis yang bagus pada tahap hilir. Namun dalam jangka panjang, terutama akar masalah di hulu bisnis perunggasan tidak terselesaikan,” katanya.

Pada dasarnya, industri perunggasan sangat bergantung kepada Grand Parents Stock atau GPS yang nantinya menghasilkan anak ayam usia sehari atau DOC. Pada sisi lain terdapat pakan, yang 70 persen komponennya adalah jagung. Dan pakan menyumbang 50 persen dari HPP para peternak. Bisa dibayangkan bila terdapat gonjang-ganjing atau kenaikan biaya dari dua komponen tersebut. Padahal kita belum bicara masalah pajak terhadap daging dan telur.

Menurut saya, sebelum masalah di hulu ini dibereskan, pajak justru akan membuat harga daging ayam dan telur melambung. Imbasnya, pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani bisa gagal. Daging ayam dan telur, merupakan protein hewani yang masih terjangkau dan ketergantungan terhadap impor juga sangat kecil, karena mampu dipenuhi di dalam negeri.

“Saya bisa membayangkan, bila jagung sebagai bahan pokok pakan ayam juga kena pajak, biaya produksi juga turut naik. Belum lagi bila daging ayam dan telur sampai di hilir, ini juga akan menaikkan harga,” tuturnya.

Menurut Singgih, pertambahan harga seribu saja dalam produksi, sudah sangat mempengaruhi harga daging ayam dan telur di pasaran.

Ekonom Faisal Basri mengingatkan, pajak memang efektif menaikkan pendapatan negara. Tapi kalau fundamental ekonomi tak diperbaiki, menaikkan pajak hanya akan menciptakan rasa ketidakadilan kepada masyarakat menengah ke bawah.

“Bila rente dan korupsi tidak diberantas, ini seperti mengisi air ke ember bocor,” ujarnya.

Pemerintah juga harus jeli memilah objek pajak, sebab bila tidak dilakukan hanya mendapatkan angka yang minim dan tidak tepat sasaran.

tag: #singgih-januratmoko  #partai-golkar  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Berita Lainnya
Berita

Waka Komisi XIII DPR Pertanyakan Dasar Pemulangan Mary Jane, Ingatkan Agar Tak Langgar Hukum

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 21 Nov 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi XIII Andreas Hugo Pareira mempertanyakan dasar hukum kebijakan yang digunakan Pemerintah dalam pengembalian terpidana mati kasus narkotika, Mary Jane ...
Berita

Survei TBRC: Toni Uloli-Marten Taha Unggul Elektabilitas 45,8%

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Timur Barat Research Center (TBRC) merilis hasil survei terkait Pilgub Gorontalo 2024 menjelang hari pencoblosan pada 27 November. Hasilnya, pasangan Toni Uloli-Marten ...