JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Beberapa tahun belakangan, sejak akhir 2018-2019, begawan ekonomi DR. Rizal Ramli kerap mengingatkan bahwa utang dan perekonomian Indonesia sudah masuk lampu kuning. Namun, seperti biasa, peringatan itu dibantah oleh Pemerintah.
“Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dan Pak Luhut Panjaitan (Menko Marves) membantah. Bahkan pada 2020, Pak Luhut sempat nantang saya untuk debat, ya saya terima asal di depan televisi, dan banyak sekali televisi yang ingin ‘cover’ itu,” kata Rizal Ramli di Jakarta, Kamis (1/7/2021) kemarin.
Setelah Rizal bersedia, Menko Marves Luhut mundur teratur. Kenapa demikian, Rizal yakin karena keduanya selalu menggunakan indikator yang ‘misleading’ dan relatif menyesatkan. Hal ini dilakukan untuk membenarkan perlu terus menambahkan utang.
“Yaitu indikator utang dibandingkan dengan GDP rasio berapa, dikatakan ini masih aman. Lalu dibandingkan dengan Amerika, kita masih rendah banget, dibanding dengan Jepang apalagi, dan sebagainya,” kata Rizal lagi.
Rizal menilai, Luhut dan Sri Mulyani naif sekali. Amerika, satu-satunya negara yang bisa berutang berapa saja. Mereka tinggal menerbitkan uang ‘Federal Reserve’ dan dijual ke seluruh dunia.
“Nah masih banyak yang beli dolar karena Amerika negara ‘super power’, satu-satunya negara yang bisa mencetak uang dan dijual ke seluruh dunia,” lanjut eks Tim Panel Ekonomi PBB ini. Tetapi jika Amerika bukan negara ‘super power’, uang USD akan anjlok, dan tidak bisa lagi jual USD dengan mudah ke luar negeri,” lanjut RR
Kemudian Jepang, dikatakan utang Indonesia lebih kecil dari negeri samurai itu. Jika dilihat dari segi nilai absolut dan persentase, memang betul. Tapi yang patut dicatat, Jepang kebanyakan berutang ke dalam negeri.
“Sekitar 85 persen mereka berutang dari dalam negeri, dari investor dalam negeri. Sehingga mereka tidak mengalami istilahnya itu resiko nilai-tukar nyaris tidak ada, juga goncangan pada mata uangnya kecil,” beber eks Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini.
Jangan lupa juga, Jepang juga investor besar di dunia, sama dengan AS. Nah, argumen ini yang tidak pernah disampaikan oleh Luhut dan Sri Mulyani secara objektif.
“Saya berikan contoh, Jepang itu nilai investasi di luar negeri dibandingkan investasi asing di dalam negeri Jepang, itu surplus plus 3,375 triliunan USD. Sementara Indonesia bukan positif, tapi negatif 281 juta USD. Negara-negara tetangga kita seperti Vietnam, Malaysia rata-rata itu “Net International investment Position (NIIP)” mereka positif. Jadi mohon maaf pejabat kita kebiasaan tidak memberikan informasi yang benar,” tandas RR, sapa Rizal.