JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Harga daging ayam dan telur yang telah stabil dalam 9 bulan ini, belum memuaskan sebagian peternak di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pemerintah telah mematok harga pokok produksi (HPP) Rp19.500/kg.
“Harga yang ditetapkan pemerintah tersebut membuat harga daging ayam dan telur di pasaran stabil. Dalam sembilan bulan tahun ini peternak tidak rugi, namun memang pandemi dan PPKM darurat membuat permintaan turun,” ujar Ketua Umum DPP Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Singgih Januratmoko.
Singgih yang juga anggota DPR RI Komisi VI itu mengatakan, pihaknya secara kelembagaan berterimakasih terhadap usaha pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Dirjen PKH dalam mengendalikan over supply.
“Kementan menerima dan mengakomodir aspirasi DPP Pinsar, untuk menyelamatkan nasib usaha para peternak mandiri UMKM,” imbuhnya.
DPP Pinsar menurut Singgih Januratmoko, mendukung surat edaran (SE) lanjutan, untuk menyeimbangkan supply dan demand, demi kestabilan harga di atas HPP peternak mandiri mulai Agustus 2021 dan seterusnya.
“Kami mohon supaya SE cutting tidak ada jeda lagi sehingga tdk terjadi oversupply yg menyebabkan harga turun,” ujarnya.
Menurutnya, ketidakpuasan sebagian peternak yang tergabung dalam Pinsar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, merupakan pernyataan pribadi, bukan dari organisasi.
“Kami akan selalu mendukung kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementan dan Dirjen PKH demi perbaikan nasib peternak Mandiri UMKM,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah, Pardjuni mengatakan, masih terjadi over supply. Pardjuni dalam keterangan persnya meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Nasrullah untuk mundur.
Mereka beralasan kebijakan Kementan dan Dirjen PKH gagal dalam menangani over supply daging ayam di pasaran. Meskipun Dirjen PKH telah menerbitkan 11 Surat Edaran (SE) tentang pengendalian produksi day old chicken final stock (DOC FS).
Sementara itu, Ketua Pinsar Jawa Timur Fathoni mengungkapkan kebijakan kuota Grand Parents Stock (GPS) atau indukan ayam dari Dirjen PKH, lebih menguntungkan para integrator (Perusahaan perunggasan raksasa).
“Meskipun adanya surat edaran _cutting_, para integrator langsung menaikkan Day Old Chicken (DOC) atau anak ayam, yang menyebabkan HPP kami terus naik tinggi. Pada saat panen ternyata mereka (integrator) punya stok lebih banyak dari kami. Harga live bird-nya hancur terus. Kami ini peternak mandiri rugi,” ungkap Fathoni.
Fathoni menjelaskan, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi yang mengatur pembagian DOC internal dan eksternal (peternak mandiri) masing-masing 50% tidak sesuai fakta.
“Yang terjadi, berapa pun integrator memproduksi DOC, karena punya integrasi dan afiliasi di bawahnya, integrator tidak perlu menjual ke eksternal, karena bisa diserap sendiri. Ke eksternal mereka menjual mahal,” ujarnya.