Berita
Oleh Bachtiar pada hari Jumat, 01 Okt 2021 - 14:19:19 WIB
Bagikan Berita ini :

Pengenaan Pajak untuk Sembako hingga Pendidikan Didrop, FPAN Apresiasi Perubahan RUU KUP Jadi HPP

tscom_news_photo_1633072759.jpg
Ahmad Najib Qudratullah Politikus PAN (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Perubahan judul RUU Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disepakati seluruh fraksi DPR dan pemerintah diapresiasi FPAN. FPAN mengklaim perubahan tersebut berkat andil dari pihaknya.

Pemerintah dan DPR RI sendiri diketahui telah sepakat membawa RUU HPP untuk disahkan dalam paripurna.

"Kita apresiasi atas usulan kami terhadap perubahan judul yang semula KUP menjadi HPP disepakati seluruh fraksi dan pemerintah," kata Ahmad Najib Qudratullah,Kamis, (30/9/2021).

Najib memandang, perubahan judul RUU itu sangat penting. Selain tentu mempertimbangkan aspek teori yang menyangkut hukum formil dan materiil.

"Kami juga berharap menjadi sebuah jaminan kepastian hukum dikemudian hari," tutur Najib.

Terkait dengan RUU HPP, Najib mengapresiasi, atas di dropnya usulan pajak terhadap beberapa objek dan subjek pajak yang meliputi jasa kesehatan, pendidikan sosial keagamaan dan menyangkut kebutuhan masyarakat kecil.

"Jadi tidak dikenakan (pajak)," tegas Najib.

Selain itu, Najib memberikan pandanganya, atas penerapan kenaikan PPN menjadi 11% pada tahun 2021 dan 12% di 2025. Menurut Najib, penerapan itu cukup fair untuk menjaga kelangsungan ekonomi dalam situasi pandemi.

Sedangkan yang masih menjadi sorotan, kata Najib, ialah terkait persoalan cukai yang mengedapankan rokok sebagai obyek dan subyek. Padahal, tegas dia, masih banyak potensi lain.

"Karena menurut hemat kami masih banyak potensi- potensi lainya yang bisa dioptimalkan dalam pemungutannya (plastik, minuman bersoda dll)," tegas Najib.

Hal yang menjadi fokus lainya, Najib mengungkapkan, terkait dengan pajak karbon yang memerlukan tindak lanjut terutama dalam hal penyusunan roadmap.

Pasalnya, Najib menilai, banyak pertimbangan terkait isu lingkungan, ekonomi dan lain-lain dalam pajak karbon tersebut.

"Sementara ini baru diterapkan secara terbatas terhadap kepada pembangkit tenaga listrik yang berbahan bakar batu bara. Hal lain masih menggantung mengikuti penyusunan roadmap tadi," tegas Najib.

Najib juga menambahkan, diperlukanya pengawasan dalam hal penegakan hukum terhadap wajib pajak yang memiliki kewenangan besar. Hal ini agar tidak terjadi penyimpangan.

"Beberapa hal kami tolak dalam rapat menyangkut masalah tumpang tindihnya antara hukum pajak yang bersifat administratif dan hukum
pidana," papar Najib.

Terakhir, Najib mengungkapkan, kekhawatiranya atas Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PSWP) yang tidak bisa berjalan baik lantaran tidak ditunjang oleh data potensi yang jelas.

"Kami berharap dalam penerapanya nanti ada perkembangan yang baik," tandas Najib.

tag: #uu-kup  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement