JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Hari ini Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menegaskan, tidak ada yang menyimpang terkait apa yang disampaikan Ketua MPR RI dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan MPR dan Sidang Gabungan DPR dan DPD RI pada 16 Agustus 2022.
"Apa yang disampaikan Ketua MPR, hemat saya dalam koridor apa yang menjadi keputusan Rapat Gabungan sebagaimana disetujui oleh 9 Fraksi dan Kelompok DPD di MPR RI. Pertama, dapat menerima laporan Badan Pengkajian yang telah menyelesaikan tugas melakukan kajian substansi dan bentuk hukum PPHN. Kedua, Rapat Gabungan sepakat untuk menindaklanjuti rekomendasi Badan Pengkajian tersebut, akan dibentuk Panitia Ad hoc MPR dengan komposisi keanggotaan secara proposional dimana pengambilan keputusan akhirnya adalah dalam Sidang Paripurna MPR awal September mendatang dengan terlebih dahulu memberikan kesempatan pada fraksi-fraksi yang ada di MPR dan Kelompok DPD untuk menyampaikan padangan umumnya," jelas Arsul.
Sejauh yang saya pahami, lanjut Arsul, Badan Pengkajian MPR merekomendasikan beberapa pilihan dasar dan payung hukum bagi PPHN. Salah satunya tanpa melalui perubahan UUD NRI Tahun 1945 seperti yang disebut dalam pidato Ketua MPR tersebut. Pilihan lainnya yang bagu saya sendiri lebih ideal adalah PPHN diatur melalui Ketetapan MPR dengan melakukan perubahan terbatas terhadap UUD. Namun saya juga memahami bahwa mengingat situasi politik saat ini, gagasan amandemen terbatas tersebut sulit untuk direalisasikan. Dalam hal ini Badan Pengkajian mengusulkan semacam "terobosan baru" untuk menghadirkan PPHN melalui Konvensi Ketatanegaraan.
"Kajian untuk menghadirkan PPHN melalui Konvensi Ketatanegaraan inilah yang akan menjadi salah satu tugas Panitia Ad hoc untuk mendalaminya. Sementara keputusannya sendiri akan mengikuti tahapan-tahapan sebagai diatur dalam dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku. Jadi, apa yang disampaikan Ketua MPR bagi saya tidak menyimpang dari hasil Rapat Gabungan (Ragab) Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD dan bukan pendapat di luar forum," ujar Arsul.
Seperti diketahui, Ragab yang digelar di Ruang Delegasi, Komplek Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, 25 Juli 2022, itu dihadiri Ketua MPR Bambang Soesatyo didampingi para Wakil Ketua yaitu Ahmad Basarah, Yandri Susanto, dan Arsul Sani, serta Lestari Moerdijat yang mengikuti secara virtual. Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD di antaranya Tb Hasanuddin (PDI Perjuangan), Sodik Mujahid (Partai Gerindra), Idris Laena (Partai Golkar), Neng Eem Marhamah (PKB), Benny K Harman (Partai Demokrat), Tiffatul Sembiring (PKS), Jon Erizal (PAN), M. Iqbal (PPP), dan Tamsil Linrung (Kelompok DPD). Ragab juga diikuti Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat.
Dalam Ragab Pimpinan MPR, Pimpinan Fraksi, dan Kelompok DPD sepakat dan dapat menerima laporan Badan Pengkajian yang telah menyelesaikan tugas melakukan kajian substansi dan bentuk hukum PPHN.
Badan Pengkajian juga sepakat bulat bahwa PPHN yang hendak dihadirkan tanpa melalui amanademen UUD NRI Tahun 1945. “Jadi kesepakatan itu menyudahi pro dan kontra soal amandemen sekaligus qmenepis kecurigaan dari banyak pihak soal isu-isu dibalik amandemen,” kata Ketua Bakan Pengkajian dari Fraksi PDIP Djarot Saiful Hidayat.
Soal dasar hukum apa yang hendak dijadikan payung hukum bagi PPHN, Arsul Sani mengungkapkan kilas balik pertemuan antara Pimpinan MPR dengan Pimpinan Badan Pengkajian yang digelar pada 7 Juli 2022. Dalam pertemuan tersebut, diakui Arsul juga ada kesepakatan antara Pimpinan MPR dan Badan Pengkajian mengupayakan PPHN melalui konvensi ketatangeraan. “Nah dari kronologi di atas jelas bahwa apa yang dsampaikan oleh Ketua MPR dalam Sidang Tahunan yang menyebut PPHN diupayakan dihadirkan melalui konvensi ketatanegaraan telah melalui proses di Ragab dan Rapat antara Pimpinan MPR dengan Pimpinan Badan Pengkajian,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
Arsul Sani menyebut bahwa apa yang disampaikan Ketua MPR dalam Sidang Tahunan bukan pendapat dirinya sendiri tetapi sudah melalui proses yang on the track. “Pidato Ketua MPR bukan sesuatu pendapat di luar atau yang menyimpang dari forum permusyawaratan MPR sebelumnya,” tuturnya.