JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak mendesak Kelompok Usaha Lippo tidak lepas tanggung jawab begitu saja dalam kisruh Apartemen Meikarta, Cikarang, Jawa Barat yang merugikan konsumen.
Menurut Amin, sejak awal Megaproyek Meikarta merupakan proyek yang diusung dua perusahaan properti milik grup Lippo, yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK).
PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) yang memiliki proyek tersebut sepenuhnya merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang.
Sementara itu PT Lippo Karawaci sendiri menguasai saham PT Lippo Cikarang hingga 54%.
“Saya prihatin dengan penolakan Lippo untuk bertanggung jawab atas permasalahan Meikarta yang digugat konsumen, dengan alasan mereka tidak lagi menjadi pemilik saham MSU. Kok kesannya lari dari tanggung jawab,” tegas Amin dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (21/02/2023).
Menurut Wakil Rakyat dari Dapil Jawa Timur IV itu, dilihat dari kronologi permasalahan yang membelit Meikarta sejak awal, wajar jika Masyarakat mencurigai ada aksi akrobatik dalam proses penjualan saham MSU oleh PT Lippo Cikarang ke Hasdeen Holding, sebuah perusahaan yang berbasis di Singapura.
Dari sisi waktu, Amin menambahkan, pengalihan saham kepemilikan MSU terjadi setelah lebih dari setahun Lippo, dalam hal ini MSU, mengalami berbagai persoalan serius mulai dari perizinan bermasalah hingga digugat oleh sejumlah vendor maupun kontraktor pelaksana proyek.
Ditengah gugatan bertubi-tubi tersebut, secara tiba-tiba Lippo Cikarang melepas sahamnya di MSU, sehingga wajar jika banyak pihak mencurigai langkah tersebut sebagai upaya lepas tanggung jawab dari Lippo.
“Ini kan mencurigakan. Ditengah berbagai tuntutan agar bertanggung jawab malah mereka melapas di perusahaan milik mereka,” kata Amin.
Lebih lanjut Amin mengatakan, sebagai bentuk tanggung jawab professional, seharusnya pemilik Lippo melakukan dua hal. Pertama, Lippo harus bisa membuktikan bahwa Hasdeen Holding yang kini menguasai saham mayoritas MSU adalah benar-benar bukan perusahaan cangkang milik Lippo.
“Saya juga minta pemerintah melalui lembaga terkait, demi melindungi konsumen yang dirugikan, harus mampu membuktikan apakah, aksi pelepasan saham ini tidak berkaitan dengan upaya lepas tanggung jawab Grup Lippo,” desaknya.
Kedua, terlepas dari penjualan saham milik Lippo di MSU, Grup Lippo harus tetap bertanggung jawab terhadap konsumen, baik secara bisnis maupun moral. Karena semua bentuk promosi atau iklan maupun transaksi pembelian unit apartemen Meikarta sudah terjadi sejak MSU masih dimiliki oleh Lippo.
“Saya khawatir masyarakat menilai Lippo telah melakukan kebohongan publik dalam penjualan unit apartemen Meikarta dan kemudian lari dari tanggung jawab,” kata Amin.
Selain itu, jika terbukti Lippo lari dari tanggung jawab dari persoalan Meikarta, sudah seharusnya pemerintah memberikan sanksi tegas bahkan jika perlu berupa pencabutan izin usaha Lippo di industri properti.
Hal itu agar tidak menjadi preseden buruk bagi perkembangan industri properti di tanah air.
“DPR dalam kasus ini harus ikut bertanggung jawab dalam memberikan pengawasan dalam konteks memastikan terlindungi dan terkawalnya hak-hak konsumen Meikarta yang dirugikan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya.