JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut proyek Besitang Langsa yang diduga merugikan negara 1,1 triliun yang saat ini dalam proses pengadilan. Dalam proyek ini diduga ada oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut menerima aliran uang 1,5 persen dari nilai kontrak Rp 10.250.000.000.
Aliran uang untuk BPK bersumber dari proyek konstruksi BSL-18 yang dikerjakan oleh PT Agung-Tuwe. Menurut jaksa, uang untuk BPK merupakan commitment fee 10 persen yang diberikan PT Agung-Tuwe kepada Halim Hartono selaku Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) jalur KA Besitang-Langsa.
Koordinator Masyarakat Peduli dan Anti Korupsi (MPAK) Dedy Hariyadi Sahrul meminta lembaga anti-rasuah itu untuk turun untuk menindaklanjuti kasus ini. Apalagi kasus ini juga menyeret oknum petinggi BPK yang diduga berasal dari partai politik penguasa.
"Kami sebagai komunitas Masyarakat Peduli dan Anti Korupsi mendesak KPK agar mau turun tangan menindaklanjuti kasus ini, apalagi di sini ada oknum BPK yang diduga juga dari partai penguasa," kata Dedy kepada wartawan di Jakarta, Senin, 29 Juli 2024.
Menurut Dedy, KPK harus berani meskipun di situ ada pejabat tinggi negara. Apalagi ketika menyangkut BPK yang merupakan lembaga sangat strategis karena bertugas mengawasi serta memeriksa keuangan.
"Kalau menyangkut kasus oknum BPK diabaikan bagaimana penegakan hukum yang berkeadilan bisa dilakukan. BPK itu adalah sumber awal karena di sana ada tugas pemeriksaan keuangan. Maka jangan sampai BPK ini masuk angin sehingga hasil pemeriksaannya bisa dimanipulasi," jelasnya.
Dedy bahkan mencontohkan Kejaksaan Agung RI yang sebelumnya telah berhasil mengusut kasus korupsi di BPK RI yang menyeret komisioner pimpinan BPK Ahsanul Qosasi.
"Ini tentu ujian juga bagi KPK. Apakah mereka berani mengusut kasus ini. Kalau melihat record saya optimis KPK akan mampu mengusut ini meskipun bahkan menyeret petinggi BPK. Kejagung saja kan bisa tuh, masa KPK tidak bisa," tegasnya.
Sebelumnya dalam surat dakwaan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024) terungkap bahwa dalam proyek ini, oknum BPK menerima commitment fee 10 persen yang diberikan PT Agung-Tuwe kepada Halim Hartono selaku Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) jalur KA Besitang-Langsa.
“Pemberian uang dari Sulmiyadi (PT Agung-Tuwe, JO selaku pelaksana BSL-18) kepada Halim Hartono melalui Andri Fitria sebagai bentuk komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk Halim Hartono,” kata jaksa.
“Sebesar 1,5 persen untuk Pokja (kelompok kerja), dan sebesar 1,5 persen untuk BPK dengan total sebesar Rp10.250.000.000,” ucap dia.
Dalam perkara ini, Halim Hartono menjadi terdakwa bersama eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik; eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Amanna Gappa; Tim Leader Tenaga Ahli PT. Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan; Beneficial Owner dari PT. Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo.
Perkara ini juga menjerat eks pejabat pembuat komitmen (PPK), Akhmad Afif Setiawan; eks Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Rieki Meidi Yuwana.
Tak hanya tujuh terdakwa, eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Hendy Siswanto; dan eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono juga disebut terlibat dalam perkara ini.
Berdasarkan surat dakwaan, Jaksa mengungkapkan bahwa telah dilakukan review desain pembangunan jalur KA antara Sigli–Bireun dan Kutablang–Lhokseumawe–Langsa-Besitang dalam tahap perencanaan.
Padahal, belum dilaksanakan kegiatan pra studi kelayakan (preliminitary feasibility study), studi kelayakan (feasibility study) dan belum ada penetapan trase dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Jaksa menyebut, eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara memerintahkan Kelompok Kerja (Pokja) mengerjakan review desain untuk dikerjakan Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan.
Arista Gunawan, kata Jaksa, meminjam PT Budhi Cakra Konsultan untuk mengikuti tender kegiatan Review Desain Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa dengan memberikan fee 5 persen.
“Hendy Siswanto dan Abdul Kamal tetap melakukan pembayaran 100 persen kepada PT Budhi Cakra Konsultan walaupun Arista Gunawan tidak menyelesaikan pekerjaan,” papar Jaksa.