JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyikapi kegaduhan perihal pernyataan bersama (joint statement) dari pertemuan bilateral Presiden Xi Jinping dan Presiden Prabowo pekan lalu. Untuk itu, kata ia, ada empat hal yang harus menjadi perhatian Kementerian Luar Negeri atas joint statement ini.
"Pertama, saya harap Kemlu perlu lebih berhati-hati dan responsif dalam menyikapi segala bentuk pernyataan resmi dari kunjungan kenegaraan presiden. Saya berharap Kemlu jangan hanya menjadi pemadam kebakaran jika ada problematika seperti itu," kata TB Hasanuddin, Selasa (12/11/2024).
Kedua, kata Hasanuddin mengatakan, Indonesia selalu konsisten menolak klaim nine-dash line karena di anggap tidak memiliki basis hukum internasional dan bertentangan dengan UNCLOS 1982 yang sudah kita ratifikasi.
"Jika kita melaksanakan kerjasama ekonomi perikanan di wilayah itu dengan pihak yang kita anggap klaimnya bertentangan dengan hukum internasional, bukankah itu menunjukkan ketidakpatuhan kita? Bahkan mungkin kerja sama itu berpotensi melanggar hukum karena kita sudah meratifikasi UNCLOS sebagai UU No.17/1985," tegasnya.
Ketiga, lanjut Hasanuddin, dalam klarifikasinya, Kemlu menyebutkan bahwa kerja sama maritim antara RI-RRT mencakup aspek ekonomi di bidang perikanan dan konservasi perikanan di kawasan Laut China Selatan.
"Selama ini kapal-kapal China masuk ke wilayah Natuna dan melakukan pencurian ikan. Kalau kerja sama ekonomi ini dilakukan apakah menguntungkan kita? Apakah kapal-kapal nelayan China kemudian bebas berkeliaran di wilayah Natuna untuk menangkap Ikan kita? Ini perlu diwaspadai," ucapnya.
Keempat, lanjut Hasanuddin mengatakan, apapun bentuk kerja sama maritim RI-RRT, Kemlu seharusnya lebih sensitif dengan melihat sengketa di LCS adalah persoalan kolektif ASEAN.
"Jangan sampai, kerja sama maritim kita dengan RRT di bidang ekonomi malah memperkeruh situasi di Laut China Selatan atau hubungan baik kita dengan negara-negara ASEAN tetangga kita. Bagaimanapun juga, tetangga adalah pihak yang paling dekat untuk dimintai bantuan kalau kita ada masalah," katanya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping telah mengeluarkan joint statement pada 9 November lalu. Dalam butir 9 dengan judul "The two sides will jointly create more bright spots in maritime cooperation" disebutkan bahwa "The two sides reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims".