JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya mendukung rencana merger Badan Usaha Milik Negara atau BUMN di tahun 2025. Tak hanya merger, Asep juga mendorong, adanya upaya rasionalisasi BUMN yang harus menyentuh hingga ke anak cucu usahanya agar bisnis perusahaan pelat merah semakin produktif.
“Saya sepakat merger dilakukan namun upaya rasionalisasi BUMN harus juga menyentuh hingga ke anak cucunya usahanya juga agar bisnisnya semakin produktif, pendapatan negara semakin meningkat dan pemborosan serta perilaku fraud yang merugikan keuangan negara dan badan usaha milik swasta pun bisa diredusir,” kata Asep kepada awak media di Jakarta, Rabu, (8/1/2025).
Asep mengungkapkan dampak dan manfaat penting yang muncul dari rasionalisasi BUMN saat sudah di merger. Menurut Asep, langkah tersebut perlu diambil agar dunia usaha milik swasta bisa mengakses pekerjaan secara merata di perusahaan pelat merah.
“Masa saya pernah mendengarkan pengaduan bahwa untuk usaha pencucian AC saja, sebuah bank BUMN plat merah harus buat anak usaha sendiri juga, sehingga perusahaan swasta sekelas CV di kota kecil saja tidak bisa mendapatkan pekerjaannya. Ada lagi, Garuda yang bikin anak usaha jualan tiket juga yang saat ada lelang mereka bikin kongkalikong dalam penentuan harga tiketnya. BUMN pun membunuh usaha milik rakyat dengan uang yang didapatkannya dari rakyat,” lirih Asep.
Asep menambahkan, merger atau penggabungan usaha BUMN merupakan sesuatu yang lazim di dalam dunia usaha.
Hal yang paling mendasar dari dilakukannya upaya merger secara fundamental adalah untuk meningkatkan efisiensi, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan jumlah asset.
“Jadi, sebetulnya sangat clear jika upaya tersebut dilakukan untuk hal yang sangat positif,” tegas Asep.
Asep turut meminta adanya upaya restrukturisasi dan rasionalisasi bidang-bidang usaha di BUMN ini. Di sisi lain, Asep tak menampik, salah satu pemborosan atas keuangan korporasi di BUMN itu adalah dengan kerapnya dibuat perusahaan anak, cucu hingga cicit dan pembuatan bidang-bidang usaha yang sama meski dalam induk usaha yang berbeda.
“Konsekuensinya adalah seluruh lini usaha BUMN yang menggurita ini pun mempersempit daya saing usaha milik swasta; potensi keuntungan negara pun hilang karena digunakan sebagai _capex_ dan _opex_ bagi bidang-bidang usaha yang didirikannya, yang hal ini tentu menjadi tindakan pemborosan; melembaganya tradisi moral hazard yang akan berdampak pada fraud di kalangan aparatur BUMN karena mereka berbisnis ini terbiasa difasilitasi oleh uang negara bukan karena perencanaan bisnisnya yang patut dan layak,” pungkas Asep.