Oleh Sahlan Ake pada hari Senin, 19 Mei 2025 - 09:45:50 WIB
Bagikan Berita ini :

Minta Admin Hingga User Akun ‘Fantasi Sedarah’ Ditindak, Legislator: Pengawasan Siber Gagal!

tscom_news_photo_1747622750.jpeg
Gilang dhielafararez (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez meminta aparat penegak hukum segera mengusut seluruh pihak yang terlibat dalam grup "Fantasi Sedarah" di Facebook yang membuat masyarakat resah. Gilang meminta aparat penegak hukum menindak admin, moderator, hingga para pengguna yang menyebarkan dan berinteraksi dengan konten bermuatan kekerasan seksual terhadap anak itu.

“Ini bukan hanya soal admin. Semua yang terlibat, dari pencipta grup, pengelola akun, hingga user yang aktif menyebar atau menanggapi konten tersebut, harus ditangkap dan diadili,” kata Gilang Dhielafararez, Senin (19/5/2025).

“Tidak boleh ada satu pun yang lolos. Kita sedang bicara tentang kejahatan seksual termasuk terhadap anak, kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa,” sambungnya.

Seperti diketahui, publik dibuat resah dengan munculnya grup Facebook "Fantasi Sedarah" yang berisi percakapan mengarah pada tindakan inses atau seks sedarah. Grup itu disebut memiliki hingga 32.000 akun anggota pengguna Facebook.

Dalam grup itu terpampang beragam unggahan pesan anggota grup yang mengarah ke tindakan asusila terkait ketertarikan seksual dengan anggota keluarganya. Tercantum juga sejumlah unggahan yang sangat tidak pantas, termasuk unggahan itu disertai dengan foto korban. Narasi pada konten grup mengarah pada penyimpangan terhadap anak di bawah umur, saudara kandung, bahkan ibu kandung.

Direktorat Siber Polda Metro Jaya tengah menelusuri grup Facebook "Fantasi Sedarah" tersebut. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah menyatakan pihaknya akan menindak tegas pelaku yang terlibat.

Gilang pun meminta Polisi memastikan komitmen penegakan hukum dalam kasus ini, dengan menindak tegas semua pihak yang terlibat.

“Ini parah sekali. Kita minta harus dikejar semua. Tidak cuma admin atau mereka yang memposting, tapi yang komen-komen juga harus dicek secara keseluruhan. Termasuk apakah grup di Facebook ini menjadi wadah bagi pedofil dan pelaku kejahatan seksual lainnya,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.

Sementara, Komenterian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memblokir grup Facebook "Fantasi Sedarah" yang banyak menampilkan korban-korban anak tersebut. Komdigi hingga saat ini mengaku sudah memblokir 30 link dengan konten serupa, hingga berkoordinasi dengan pihak Meta.

Komdigi menegaskan pemblokiran dilakukan sebagai upaya tegas negara dalam melindungi anak-anak dari konten digital yang merusak mental dan emosional. Konten dalam grup "Fantasi Sedarah" disebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak.

Meski begitu, Gilang menyesalkan grup Facebook tersebut sempat aktif cukup lama sebelum akhirnya diblokir oleh Komdigi. Menurutnya, keterlambatan penanganan ini menujukkan lemahnya sistem deteksi dini, baik oleh pemerintah, penegak hukum, maupun oleh platform digital.

“Ini menunjukkan pengawasan siber gagal! Padahal kita punya banyak instrumen dan lembaga yang bertugas dalam hal deteksi dini, hingga penyisiran konten-konten berbahaya dan meresahkan seperti ini,” sebut Gilang.

“Ini grup sudah lama eksis tapi baru ditelusuri setelah ramai dibicarakan atau setelah viral. Artinya memang pengawasan di dunia siber kita sangat minim. Munculnya grup yang menyebarkan penyimpangan tesebut menunjukkan lemahnya pengawasan siber di Indonesia,” tambahnya.

Gilang pun mendesak forensik digital untuk segera mengidentifikasi seluruh pelaku dan korban yang gambarnya tersebar melalui postingan di grup ‘Fantasi Sedarah’. Ia juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap korban yang sempat ter-publish di grup ini.

“Korban-korban atas perilaku penyimpangan harus dipastikan mendapat perlindungan. Penegak hukum juga harus bisa menelusuri kemungkinan adanya kejahatan seksual fisik yang juga terjadi terkait konten atau anggota dalam akun tersebut,” ucap Gilang.

Anggota Komisi di DPR yang membidangi hukum dan keamanan itu juga meminta pemerintah melakukan reformasi dalam sistem pemantauan konten digital. Khususnya, kata Gilang, terhadap kinerja Komdigi, Polri, dan pengawasan terhadap penyedia platform digital.

“Pemerintah harus membangun sistem pengawasan yang tidak hanya responsif, tapi juga preventif. Kalau konten keji seperti ini bisa lolos, lalu sampai berkembang jadi komunitas, itu artinya ada masalah besar dalam pengawasan siber di Indonesia. Dan ini harus diperbaiki segera," urai Gilang.

“Negara harus hadir. Jangan beri ruang sedikit pun bagi predator anak dan pelaku kejahatan seksual lainnya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya,” imbuhnya.

Gilang berpandangan munculnya Grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ merupakan bentuk kejahatan sistematis yang memanfaatkan pengawasan digital yang lengah. Ia tak ingin kejadian serupa kembali terulang.

Lebih lanjut, Gilang mendorong aparat penegak hukum menggunakan pasal-pasal tegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang penyebaran konten bermuatan asusila, untuk menjerat para pelaku.

"Pasal-pasalnya sudah jelas. Ancaman pidananya juga berat. Jangan ada alasan untuk tidak segera menangkap dan mengadili pelaku yang terlibat,” jelas Gilang.

Di sisi lain, Gilang menyinggung tanggung jawab platform Meta, yang juga dianggap lalai dalam melakukan pengawasan terhadap konten dan komunitas berbahaya. Menurutnya, ini bukan kali pertama Facebook menjadi tempat berkembangnya konten kriminal.

“Penyedia platform juga harus dimintai tanggung jawab karena lalai dalam menyaring dan menghapus konten-konten penyimpangan yang berpotensi menimbulkan banyak kerusakan dalam berbagai aspek ini,” terangnya.

Gilang meminta ada tindakan tegas kepada pihak platform jika pengawasan terhadap Grup seperti "Fantasi Sedarah" tidak dilakukan dengan ketat.

“Ini sudah bukan pertama kalinya platform Meta jadi tempat berkembangnya kejahatan. Jika mereka tidak bisa mengontrol kontennya, maka negara berhak mengevaluasi izin operasionalnya di Indonesia," tutup Gilang.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement