TEROPONGSENAYAN.COM- Jakarta, Kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) kembali mencoreng wajah perbankan nasional. Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi menetapkan delapan tersangka baru dalam perkara ini, Senin (21/7/2025) malam. Dengan penambahan ini, total tersangka mencapai 11 orang, melibatkan nama-nama besar dari korporasi dan dunia perbankan.
Kejagung menyebut kerugian negara dalam kasus ini menyentuh angka Rp1,08 triliun, hasil dari rangkaian praktik penyalahgunaan kewenangan, rekayasa dokumen, dan kelalaian sistemik dalam pemberian kredit.
Jejak Skandal: Ketika Reputasi Menutupi Risiko
PT Sritex, perusahaan tekstil ternama asal Solo, memperoleh kredit jumbo dari tiga bank daerah: Bank DKI, Bank BJB, dan Bank Jateng. Kredit tersebut ternyata diberikan tanpa melalui verifikasi yang memadai. Laporan keuangan yang tidak akurat, utang jatuh tempo, dan jaminan fiktif—semuanya diabaikan demi memuluskan pinjaman.
Alih-alih digunakan untuk modal kerja, dana kredit justru dialihkan untuk membayar utang jangka pendek, termasuk Medium Term Notes (MTN) yang jatuh tempo. Keputusan ini, menurut penyidik Kejagung, dilakukan dengan itikad tidak baik oleh petinggi Sritex dan direksi bank yang terlibat.
Siapa Saja Tersangkanya?
Berikut daftar tokoh yang kini menyandang status tersangka:
1. Allan Moran Severino, mantan Direktur Keuangan Sritex – menandatangani invoice fiktif dan mengarahkan dana untuk membayar utang MTN.
2. Babay Farid Wazadi, eks Direktur Bank DKI – menyetujui kredit tanpa jaminan fisik.
3. Pramono Sigit, eks Direktur Teknologi Bank DKI – ikut menyetujui pinjaman bermasalah.
4. Yuddy Renaldi, mantan Dirut Bank BJB – menyetujui plafon tambahan kredit meski laporan keuangan Sritex bermasalah.
5. Benny Riswandi, mantan SEVP Bisnis Bank BJB – mengabaikan prinsip 5C dalam analisis kredit.
6. Supriyatno, eks Dirut Bank Jateng – menyetujui kredit meski posisi utang Sritex lebih besar dari aset.
7. Pujiono, mantan Direktur Bisnis Bank Jateng – menyusun analisis kredit tanpa verifikasi.
8. Suldiarta, eks Kepala Divisi Bank Jateng – tidak melakukan pengecekan risiko.
Kegagalan Tata Kelola dan Etika Korporasi
Apa yang terjadi pada Sritex dan bank-bank pemberi kredit adalah cerminan krisis integritas dalam tata kelola keuangan publik dan swasta. Kredit dengan nilai ratusan miliar rupiah disetujui bukan karena kekuatan fundamental perusahaan, tapi karena relasi, reputasi semu, dan dugaan kepentingan pribadi.
Pakar ekonomi dan keuangan publik menyebut kasus ini sebagai contoh klasik dari moral hazard: ketika para pengambil keputusan tidak menanggung risiko dari keputusan buruk mereka. Publiklah yang akhirnya menanggungnya—melalui kerugian negara.
Mengapa Ini Penting?
Skandal Sritex bukan sekadar korupsi korporasi. Ini mencerminkan lemahnya pengawasan internal bank, rapuhnya sistem audit eksternal, serta potensi kolusi antara pelaku usaha dan otoritas perbankan. Bila tidak dibenahi, krisis kepercayaan terhadap bank daerah dan sistem keuangan nasional akan makin dalam.
Sementara itu, BPK masih menghitung total kerugian negara secara resmi. Kejagung juga masih membuka kemungkinan penetapan tersangka baru, termasuk dari internal Sritex maupun otoritas terkait yang lalai menjalankan pengawasan.
ðï¸ Harapan Publik dan Tindakan Tegas Negara
Langkah Kejagung menetapkan delapan tersangka ini patut diapresiasi sebagai bentuk keberanian dalam membongkar praktik korupsi kelas kakap yang membelit perusahaan besar dan institusi keuangan. Namun publik berharap, kasus ini tidak berhenti di penahanan para eksekutif. Penelusuran terhadap aliran dana, kemungkinan pencucian uang, dan keterlibatan pihak lain perlu diperluas.
Kita belajar dari teladan buruk ini: bahwa sistem keuangan kita masih rawan manipulasi ketika integritas digantikan oleh koneksi, dan ketika bank tidak lagi menjalankan fungsi selektif dalam menyalurkan kredit, melainkan menjadi alat untuk menyelamatkan kepentingan kelompok tertentu.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #