
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Universitas Bakrie kembali menggelar 2nd Bakrie International Conference on Communication, Management, Politics & Accounting (BICOMPACT) 2025, konferensi dua tahunan yang mempertemukan akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan global untuk membahas isu-isu strategis di bidang tata kelola, komunikasi, dan ekonomi berkelanjutan.
Mengusung tema “Innovative Resilience: Leveraging Technology for Sustainable Governance Across Politics, Communication, and Economics”, konferensi tahun ini berlangsung secara hybrid di Kampus Bakrie Tower dan platform Zoom, menghadirkan pembicara dari berbagai negara.
Mewakili Rektor Prof. Sofia W. Alisjahbana, Wakil Rektor II Universitas Bakrie, M. Tri Andika Kurniawan, Ph.D., membuka kegiatan dengan menekankan pentingnya membangun ketahanan inovatif di tengah perubahan global yang serba cepat. Dalam sambutannya, ia menyebut bahwa ruang seperti BICOMPACT merupakan cara menjaga hubungan akademik lintas batas agar tetap relevan.
“Inovasi tidak bisa berdiri sendiri. Ia lahir dari percakapan, kolaborasi, dan rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti,” ujar Bapak Tri Andika.
Tahun ini, BICOMPACT mencatat peningkatan signifikan dalam partisipasi internasional. Ratusan akademisi dan peneliti dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Taiwan, Malaysia, India, Turkey, Philippine, UK, dan lain-lain, mengirimkan paper untuk dipresentasikan dalam sesi paralel. Para peserta datang dengan sudut pandang yang beragam, namun berbagi semangat yang sama, mencari cara agar inovasi tetap berpihak pada manusia.
Dalam sesi utama, Bapak Taufan Eko Nugroho Rotorasiko, CEO tvOne, berbagi refleksi tentang bagaimana AI mengubah lanskap media. Menurutnya, kecepatan dan efisiensi teknologi seharusnya berjalan beriringan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
“AI bisa membantu redaksi bekerja lebih cepat, tapi berita tetap tentang manusia, tentang empati, konteks, dan tanggung jawab,” ujarnya.
Sementara itu, Eleonora Naumova, Deputy Head of Mission dan Konsul Bulgaria, membagikan praktik baik yang diterapkan di negaranya dalam membangun tata kelola publik yang transparan dan digital. Ia menekankan bahwa keberlanjutan tidak hanya berbentuk regulasi, tetapi juga tumbuh dari kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat.
“Ketika warga merasa didengar, mereka ikut menjaga sistemnya. Dari situlah keberlanjutan dimulai,” tuturnya.
Dari Taiwan, Prof. Kuo Yu Ming mewakili Tzu Chi University membagikan pengalaman negaranya dalam menghadapi kebencanaan. Ia menyoroti pentingnya solidaritas, pengetahuan kebencanaan, dan kesiapan komunitas.
“Kami percaya teknologi bisa mempercepat respons, tapi yang membuat masyarakat pulih adalah kepedulian satu sama lain,” katanya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Bakrie, Prof. Dudi Rudianto, menyebut bahwa BICOMPACT tahun ini sebagai titik temu ide-ide global yang ingin membangun masa depan yang lebih tangguh.
“Dari paper-paper yang masuk, kita bisa melihat bagaimana dunia sedang bergerak dan bagaimana akademisi ikut menulis ulang arah perubahan itu,” ujarnya.
Konferensi diakhiri dengan sesi penutupan dan penyerahan sertifikat kepada para presenter dan paper terbaik. Harapannya Universitas Bakrie terus menjadi ruang dialog dan kolaborasi yang terbuka, dan semangat yang lahir dari forum ini bisa berlanjut menjadi kerja nyata di kampus dan komunitas masing-masing.