Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 07 Nov 2025 - 13:15:58 WIB
Bagikan Berita ini :

Ali Wongso: SOKSI Dukung Penetapan Jenderal Besar H.M. Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional

tscom_news_photo_1762496158.jpg
Ali Wongso Sinaga Ketua Umum SOKSI (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Sehubungan dengan wacana publik dan aspirasi masyarakat yang berkembang mengenai usulan penetapan Jenderal Besar H.M. Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) organisasi pendiri Golkar dan bagian dari benteng Pancasila, yang sejarahnya lahir dari rahim TNI AD dengan Pendiri SOKSI, Mayjen TNI (Purn) Prof. Dr. Suhardiman, S.E., dibawah binaan Pangad Jenderal TNI (Anm) Achmad Yani itu, mendukung penuh penetapan Jenderal Besar H.M. Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, tegas Ir.Ali Wongso Sinaga, Ketua Umum SOKSI 2017-2027, dalam pernyataannya kepada media pada kamis malam (06/11/2025) di Jakarta.

Mantan aktivis mahasiswa-pemuda tahun 1980-an itu menilai, bahwa sejarah mencatat Bapak Soeharto adalah tokoh bangsa yang berjasa besar dalam tiga fase penting sejarah Indonesia, yaitu: dalam perjuangan kemerdekaan, penyelamatan ideologi bangsa, dan pembangunan nasional yang membawa kemajuan nyata bagi rakyat Indonesia, yaitu :
Pertama, Pejuang Kemerdekaan dan Penegak Kedaulatan Negara Soeharto adalah pejuang sejati yang terlibat langsung dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Sebagai Komandan Wehrkreise III beliau memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, sebuah operasi militer yang berhasil sekaligus membuktikan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia masih berdiri tegak, eksis dan berdaulat.

Serangan itu menjadi titik balik penting dalam diplomasi PBB untuk meruntuhkan klaim Belanda saat itu : “Republik Indonesia sudah tidak ada lagi karena Belanda telah menduduki ibukota selain menangkap dan mengasingkan Presiden Sukarno, Wapres Mohamad Hatta serta para pemimpin lainnya.
Berdasarkan fakta sejarah itu, Suharto telah berjasa besar membuka jalan bagi pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada Desember 1949 di forum internasional.

Selain itu, ia menambahkan bahwa Soeharto juga turut berperan dalam Operasi Trikora (1961–1962) yang berhasil mengembalikan Irian Barat (Papua) ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Kedua peristiwa bersejarah itu memperlihatkan komitmen dan keberanian Soeharto dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia sejak awal Republik.

Kedua, Penyelamat Bangsa dari Ancaman Komunisme

Dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI), perlu dicermati rangkaian fakta sejarah yang terjadi sebelumnya dan sangat penting. Penolakan tegas dan keras oleh Pimpinan TNI AD terhadap tuntutan PKI untuk mempersenjatai 15 juta petani dan buruh PKI sebagai Angkatan kelima PKI dan terbunuhnya para Jenderal yang menolak keras itu oleh G 30S/PKI.

Rangkaian peristiwa itu membuat Indonesia berada di ambang krisis ideologi dan disintegrasi nasional. Di tengah kekacauan itu, Soeharto — sebagai Panglima Kostrad — memimpin gerakan penyelamatan nasional yang menggagalkan upaya kudeta PKI dan menyelamatkan bangsa dari ancaman ideologi komunis internasional.

Ia mengutip apa yang pernah dinyatakan Pendiri SOKSI kepadanya terkait peran Suharto : “Jika bukan karena peran Pangkostrad Jenderal Soeharto dengan dukungan rakyat yang anti PKI dan setia pada Pancasila, maka Indonesia sudah tidak lagi menjadi negara Pancasila hari ini, tetapi jadi negara komunis.”

Karena itu, SOKSI menilai langkah Soeharto saat itu sangat menentukan, dan beliau berjasa besar bagi kelangsungan Republik Indonesia sebagai NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tegas kader binaan langsung Pendiri SOKSI dan Golkar, Mayjen TNI (Purn) Prof. Dr. Suhardiman itu.
Ketiga, Arsitek Pembangunan Nasional dan Kemandirian Ekonomi

Sebagai Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto merancang dan melaksanakan pembangunan nasional yang terencana dan berkesinambungan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Landasan pembangunan yang dikenal sebagai Trilogi Pembangunan — pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas nasional — berhasil membawa Indonesia bangkit dari krisis ekonomi menuju kemajuan yang diakui dunia.

Beberapa pencapaian penting antara lain : Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6–7% per tahun selama tiga dekade dan tingkat kemiskinan menurun tajam dari sekitar 60% (1966) menjadi hanya 11% (1996). PDB per kapita juga meningkat dari US$70 menjadi lebih dari US$1.000, selain Rasio Gini yang menggambarkan pemerataan ekonomi berada di kisaran 0,32–0,35, relatif lebih baik dibandingkan periode setelahnya.

Capaian monumental lain adalah Swasembada Beras tahun 1984, yang diakui oleh FAO (Food and Agriculture Organization). Soeharto bahkan menerima penghargaan internasional dari FAO (1985) atas keberhasilan menjadikan Indonesia negara mandiri pangan.

"Program pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan juga mencetak kemajuan besar melalui Instruksi Presiden (Inpres) yang melahirkan ribuan sekolah dasar, puskesmas, serta fasilitas publik di berbagai pelosok Indonesia," ujarnya.

Keempat, Pengakuan Dunia dan Diplomasi Regional

Kepemimpinan Soeharto tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga di kancah internasional. Ia menjadi salah satu pendiri utama ASEAN (1967) dan berperan aktif dalam Gerakan Non-Blok (GNB).
Keberhasilannya menjaga stabilitas politik dan ekonomi menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani di Asia Tenggara dan dunia.

Atas kontribusinya, Asiaweek pada tahun 1992 menganugerahkan Lifetime Achievement Award kepada Soeharto, terangnya.

Kelima , Menanggapi Penolakan : Saatnya Berpikir Besar dan Kenegarawanan

Ali Wongso menambahkan SOKSI memahami adanya perbedaan pandangan sebagai konsekuensi negara demokrasi dimana ada pihak tertentu yang menolak penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, seperti kelompok Kontras , Pak Usman dkk.

Namun, SOKSI mengajak semua elemen
bangsa untuk marilah kita semua berpikir besar dan berwawasan kenegarawanan. Melihatnya secara rasional dan menyeluruh secara utuh, bukan sepotong -sepotong bagian kekurangan atau ketidaksempurnaannya.

Sebab tidak ada seorang manusia di dunia ini yang sempurna — begitu pula para pahlawan nasional dimanapun.

“Ketidaksempurnaan pribadi tidak boleh menghapus jasa besar terhadap negara. Sejarah harus dibaca dengan kebijaksanaan, bukan dengan dendam,” tegas politisi senior Partai Golkar itu.

Bagi SOKSI, penetapan Jenderal Besar H.M. Soeharto dengan segala jasa besarnya sebagai Pahlawan Nasional bukanlah langkah politik, melainkan pengakuan moral dan historis atas pengabdian luar biasa beliau terhadap bangsa dan negara.

“Soeharto adalah bagian dari sejarah perjuangan yang membangun Indonesia menjadi negara kuat, stabil, dan disegani di dunia internasional. Jasa-jasanya terlalu besar untuk diabaikan,” pungkas mantan Ketua DPP Partai Golkar 2004-2017 itu.

Kader binaan Jenderal Suhardiman Pendiri SOKSI dan Golkar itu mengingatkan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pendahulunya. Konsisten dengan itu, menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional adalah bentuk kesadaran dan kedewasaan sejarah serta kebesaran jiwa bangsa Indonesia.

Menjawab pertanyaan apakah SOKSI termasuk ormas yang mengusulkan penetapan Suharto pahlawan nasional, Ali Wongso menyatakan : “kami SOKSI sudah mengirim surat kepada Bapak Presiden Prabowo untuk mengusulkan dan mendukung penuh penetapan Jenderal Besar H.M. Soeharto sebagai Pahlawan Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Menutup pernyataannya, Ketua Umum SOKSI itu menghimbau segenap elemen bangsa agar menatap sejarah dengan objektif dan berjiwa kenegarawanan. Menghargai jasa Soeharto dan para pahlawan nasional lainnya bukan berarti harus menghapus kritik terhadap masa lalu, melainkan menempatkan sejarah pada tempat yang adil dan proporsional sekaligus menunjukkan kita Indonesia adalah bangsa besar yang menghormati para pahlawan bangsa, tegasnya.

tag: #soksi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement