Oleh Ketua Umum SOKSI, Ir.Ali Wongso Sinaga pada hari Rabu, 31 Des 2025 - 17:23:45 WIB
Bagikan Berita ini :

Refleksi SOKSI Tahun 2025: Mengembalikan Politik Negara Berbasis Kedaulatan, Hukum, dan Amanat Pasal 33 UUD 1945

tscom_news_photo_1767176625.jpg
Ali Wongso Sinaga Ketua Umum SOKSI (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Menjelang berakhirnya tahun 2025, sudah semestinya seluruh elemen bangsa ini melakukan refleksi rasional kritis bersama atas arah perjalanan negara bangsa kedepan khususnya tahun 2026 mendatang.

Dalam konteks tersebut, SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia) sebagai ormas yang mandiri berdoktrin “karya kekaryaan membangun negara” yang didirikan Mayjen TNI (Purn) Prof.Dr.Suhardiman, SE tahun 1960 lampau dan salahsatu organisasi pendiri Golkar, memandang penting untuk konsisten menyampaikan pandangan akhir tahun sebagai bagian dari komitmen dan tanggung jawab moral dan politik dalam peranserta aktif menjaga agar kehidupan berbangsa dan bernegara tetap berada di jalur ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945.

Ketua Umum SOKSI, Ir.Ali Wongso Sinaga mengamati sepanjang tahun 2025, bahwa stabilitas nasional relatif terjaga dan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan perhatian pada agenda penguatan negara, khususnya di bidang ketahanan pangan, industri strategis, dan konsolidasi nasional.

Upaya-upaya tersebut patut diapresiasi oleh semua pihak. Namun demikian, Ia mengingatkan agar stabilitas seharusnya menjadi landasan untuk melakukan pembenahan struktural yang lebih mendalam dan menyeluruh, bukan sekadar tujuan akhir.

Salah satu persoalan strategis yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah melemahnya kehadiran negara di sejumlah kawasan ekonomi strategis. Fenomena yang dalam diskursus publik kerap disebut sebagai “negara dalam negara”, sebagaimana mencuat dalam kasus kawasan industri dan pertambangan di Morowali dan wilayah sejenisnya, pada hakikatnya merupakan persoalan kedaulatan negara.

Ketika hukum nasional tidak ditegakkan secara konsisten, ketika perlindungan terhadap tenaga kerja dan masyarakat lokal lemah, serta ketika kepentingan ekonomi lebih dominan daripada kepentingan nasional, maka negara berisiko kehilangan wibawanya di wilayah negaranya sendiri.

Investasi tetap penting bagi pembangunan, namun harus ditempatkan dalam kerangka kedaulatan nasional.

Negara tidak boleh berada pada posisi sub-ordinat terhadap modal, dan aparat negara tidak boleh tunduk pada kepentingan non-negara. Pembiaran terhadap kondisi demikian justru melahirkan apa yang sering disebut sebagai “musuh dalam selimut” ancaman terhadap negara yang lahir dari konflik kepentingan, kompromi kekuasaan, dan penyalahgunaan kewenangan dari dalam sistem pemerintahan itu sendiri.

Isu strategis lain yang sama mendasarnya adalah masalah tegaknya kepastian hukum. Dalam negara demokrasi konstitusional dan negara hukum, kepastian hukum merupakan pilar utama. Dalam visi misi Presiden Prabowo, isu istrategis ni sudah diletaakkan pada Asta Cita bagian ketujuh.

Masalah ketidak pastian hukum dalam tahun 2025 relatif tak sedikit terjadi. Yang paling menonjol adalah berkaitan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang seharusnya bersifat final dan mengikat sesuai konstitusi.

SOKSI menilai sepanjang putusan MK adalah konstitusioanal dimana MK tidak melampaui kewenangan konstitusionalnya, khususnya dalam hal pembentukan norma undang-undang yang menjadi domain legislatif, maka putusan MK itu final dan mengikat. Jika demikian,maka Pemerintah dan lembaga negara lainnya harus menghormati dan mentaati putusan MK yang konstitusional itu dengan wajib melaksanakannya sesuai perintah konstitusi.

Terkait penempatan anggota POLRI pada jabatan sipil di luar struktur kepolisian, SOKSI menekankan pentingnya kejelasan hukum, netralitas aparat, dan penghormatan terhadap prinsip pemisahan fungsi keamanan dan fungsi sipil.

Mengabaikan atau menunda pelaksanaan putusan MK yang konstitusional bukan sekadar persoalan administratif, melainkan merupakan ancaman langsung terhadap kepastian hukum dan prinsip rule of law. Negara hukum hanya akan tegak apabila seluruh cabang kekuasaan menghormati batas kewenangannya masing-masing yang diatur dalam konstitusi dan UU.

Lebih lanjut, peran DPR menjadi sangat menentukan dalam memperkuat agenda reformasi hukum. DPR tidak boleh terjebak menjadi rubber stamp kekuasaan.

Khusus dalam konteks pemberantasan korupsi yang sangat mendesak, SOKSI menegaskan bahwa pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset merupakan tuntutan rakyat yang bersifat strategis dan mendesak sebagaimana mencuat pada agustus 2025 lalu, RUU ini sudah sangat lama mangkrak di DPR padahal sangat diperlukan oleh negara dan rakyat.

Karena itu, apabila kinerja DPR ternyata tidak juga memberikan kepastian pada awal 2026 nanti, SOKSI berharap kepada Presiden mempertimbangkan menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang) sebagai langkah konstitusional yang bijaksana dan tegas demi kepentingan rakyat dan negara sekaligus sebagai manifestasi kebersamaan yang nyata antara Presiden dengan rakyat serta komitmen Presiden memberantas korupsi dan mafia atau kleptokrat guna mengakhiri paradoks Indonesia sesuai apa yang ditulis dalam bukunya tahun 2017 lalu.

Simultan dengan itu, aspirasi publik juga terus meluas dan menguat agar Presiden melakukan evaluasi dan perombakan kabinet merah putih secara rasional dan objektif demi negara dan rakyat. Kabinet yang terlalu akomodatif secara kuantitatif karena pertimbangan “balas jasa politik dan nepotisme” perlu ditransformasikan menjadi kabinet akomodatif secara kualitatif, mendekati semangat zaken kabinet.

SOKSI menjunjung tinggi hak prerrogatif Presiden sekaligus berharap Presiden tanggap, tangguh dan trengginas terhadap aspirasi rakyat itu.

Sebagai masukan, para menteri dan pejabat tinggi negara penganut paradigma “politik kekuasaan” justru menjadi sumber kemacetan, kegaduhan dan ketidakpastian hukum yang selayaknya dievaluasi dan dilepaskan demi efektivitas pemerintahan negara. Sebab mereka itu ibarat “toxic” yang mudharatnya amat jauh lebih besar dari manfaatnnya.

Sebaliknya dengan paradigma “politik negara”, siapapun pejabat tinggi negara haruslah jujur, bersih, berani, kreatif, progressif dan komit menjaga kepastian hukum. SOKSI dengan ini terbuka menyatakan hasil pengamatan terhadap kabinet merah putih, bahwa figur-figur seperti Menteri Keuangan Purbaya dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin adalah patut dijadikan standar dalam rangka perombakan kabinet kedepan sehingga mulai 2026 kabinet merah putih sudah progressif dan optimal sekaligus memantapkan kepercayaan rakyat kepada kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang komit dan konsisten dengan harapan rakyat.

Terhadap bencana besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera yaitu Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat pada akhir 2025 ini kembali menguji kapasitas negara dalam melindungi warganya.

Atas peristiwa tersebut, SOKSI kembali menyampaikan duka cita yang mendalam kepada para korban dan keluarga yang terdampak, serta penghormatan setinggi-tingginya kepada para relawan dan aparat yang bekerja di garis depan kemanusiaan.

Tragedi ini tidak semata persoalan alam, tetapi juga cerminan persoalan struktural—mulai dari tata ruang, pengelolaan sumber daya alam, hingga lemahnya mitigasi bencana. Karena itu, SOKSI mendorong peningkatan kapasitas tanggap darurat nasional, penguatan sistem peringatan dini, serta keterbukaan negara untuk menerima bantuan kemanusiaan yang tidak mengikat demi keselamatan rakyat.

Di saat yang sama, pemerintah perlu mempercepat proses rekonstruksi dan pemulihan sosial-ekonomi secara efektif, transparan dan berkeadilan, agar para korban tidak terlalu lama menanggung beban penderitaan. Peristiwa ini kembali menegaskan bahwa pengabaian keadilan ekologis dan amanat Pasal 33 UUD 1945 selalu berujung pada penderitaan rakyat.

Selanjutnya, dari kajian berbagai persoalan strategis bangsa, bahwa tantangan paling mendasar dan urgent yang dihadapi bangsa saat ini adalah dalam hal paradigma politik. Selama politik dipraktikkan dengan paradigma politik kekuasaan yang pragmatis dan transaksional, maka korupsi struktural akan terus berulang dan paradoks Indonesia akan semakin dalam.

Mengakhiri politik kekuasaan dengan transformasi politik ke politik negara adalah tantangan terbesar bangsa yang dihadapi oleh kepemimpinan nasional Presiden Prabowo hari ini dan kedepan. Dalam konteks itulah juga Pasal 33 UUD 1945 perlu ditegaskan kembali sebagai kompas politik dan ekonomi negara.

Pasal ini bukan sekadar dasar kebijakan ekonomi, melainkan fondasi kedaulatan nasional dan keadilan sosial. Pelaksanaannya menuntut keberanian negara untuk memimpin sektor-sektor strategis demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sekaligus mendorong ekonomi usaha bersama sebagai pilar keadilan ekonomi.

Negara memiliki mandat konstitusional untuk menguasai cabang-cabang produksi penting demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengelolaan sumberdaya alam strategis kedepan misalnya, harus dikelola oleh negara dengan pola kemitraan sesuai Pasal 33 UUD 1945 itu.

Menutup refleksi akhir tahun ini, SOKSI berpandangan bahwa politik harus dapat kembali menjadi sarana pengabdian dengan paradigma politik negara. Dengan kesetiaan pada kedaulatan, hukum, dan amanat Pasal 33 UUD 1945, Indonesia memiliki modal kuat untuk melangkah kemasa depan yang lebih adil dan sejahtera menuju Indonesia Emas 2045, tegas Ali Wongso Sinaga, Ketua Umum SOKSI hasil Munas X Tahun 2017 dan Munas XI SOKSI Tahun 2022 itu.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #soksi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PRAY SUMATRA
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Adaptive

Oleh Edy Aruman
pada hari Selasa, 30 Des 2025
Jan Carlzon adalah seorang pemimpin maskapai penerbangan SAS Airlines yang dihadapkan pada kenyataan bahwa perusahaannya tertinggal dalam persaingan layanan.  Ketika menjabat sebagai CEO, ia ...
Opini

The Change

Awal 1990-an,  Jerry Sternin datang ke Vietnam dengan sebuah tugas yang menantang. Dia yang bekerja untuk Save the Children ditugaskan memimpin Tim untuk mengatasi malnutrisi ...