JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Direktur Advokasi Indonesia Law Reform Institute (ILRI) Aganantaransa Juanda mengatakan, Indonesia sebagai negara dengan kekayaan yang melimpah memiliki potensi besar sebagai sasaran eksploitasi perusahaan multinasional.
Biasanya, kata Agan, mereka berupaya mengekspansi usaha mengejar keuntungan dan dominasi bisnis secara liberal di Indonesia dengan usaha mendapatkan legitimasi melalui UU yang dirancang di DPR.
"Seperti yang dicontohkan Rizal Ramli terkait UU nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Di belakangnya ada sponsor World Bank dan perusahaan air raksasa asing yang tidak bisa saya sebutkan," ungkapnya kepada TeropongSenayan di Jakarta, Senin (21/9/2015).
Agan menyebutkan bahwa sejumlah pihak sangat mungkin mempunyai kepentingan dalam pembentukan undang-undang (UU) di DPR termasuk pesanan asing. (Baca juga: Pengamat Ini Amini Pernyataan Rizal Ramli Soal Pasal Titipan di DPR)
"Karena tentunya perusahaan asing yang memiliki kepentingan di Indonesia akan melakukan identifikasi terlebih dahulu siapa saja yang bisa di jadikan pihak untuk membantu meloloskan kepentingannya," tutur dia.
Agan mendeskripsikan bahwa dalam Rancangan Undang-Undang selalu diawali dengan rumusan naskah akademik.
"Jadi dalam rancangan hukum (pasal titipan) itu juga sangat mungkin melibatkan akademisi juga," ungkapnya.
Selanjutnya, disampaikan Agan, naskah akademik UU akan dirumuskan di DPR hingga diputuskan. Di level itu, DPR menjadi penentu pasal titipan diselipkan untuk menjadi produk hukum yang ditetapkan.
Agan menjelaskan, hukum merupakan produk politik yang tentunya dirumuskan oleh para legislator dengan berbagai latar belakang partai politik.
"Maka petinggi partai sangat mungkin juga terlibat melalui proses lobi suksesi pasal titipan di DPR. Karena bagiamanapun perumusan UU berlangsung melalui dinamika politik. Karena itu, pihak yang berupaya supaya pasal titipan diputuskan, akan pasti melakukan lobi dukungan terhadap berbagai entitas kekuatan politik yang berpengaruh di DPR," tuntasnya.(yn)