JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR, MPR, dan DPD yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas harus mendapat persetujuan presiden, merupakan terobosan yang bagus.
Alasannya, menurut Aziz, selama ini aparat penegak hukum selalu menjadikan kasus-kasus sebagai ATM berjalan, sebagaimana yang telah disinggung oleh Presiden Joko Widodo saat hari ulang tahun Kejaksaan Agung.
"Putusan MK ini untuk mencegah aparat hukum bermain. Dimana, memanggil-manggil saksi, tersangka yang tidak ada dasar hukum yang jelas. Sehingga pemerintah dengan ini mempunyai alat untuk stabilitas politik," ujar Aziz di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/9/2015).
Politisi Partai Golkar tersebut juga meyakini, proses perizinan itu tidak akan menghambat proses penegakkan hukum itu.
"Saya kira tidak," ucapnya.
Seperti diketahui MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon atas uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam amar putusan, hakim konstitusi Arief Hidayat memaparkan bahwa frasa "persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan" dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 diubah menjadi "persetujuan tertulis dari presiden”. Sehingga dimaknai pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR, yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas, harus mendapat persetujuan presiden. (mnx)