JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pemerintah diharapkan bersikap realistisis dalam merealisasikan proyek ambisius listrik 35.000 megawatt (MW). Dalam diskusi bertajuk “Membedah Kebijakan dan Bisnis Ketenagalistrikan di Indonesia” sejumlah narasumber mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam proyek pemenuhan rasio eletrikfikasi tersebut.
"Kebutuhan listrik, atau industri dulu? Ini harus dipetakan pemerintah secara komprehensif, semuanya tak terlepas kondisi negara, kalau iklim ekonominya bagus, itu tentunya keberanian investor membangun market dulu bisa terjadi," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Yudha dalam pemaparannya di diskusi Himpungan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Menara Bidakara, Jakarta, Senin (5/10/2015).
Satya menambahkan, proyek 35.000 MW itu harus disesuaikan juga dengan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah. Diketahui dalam RAPBN 2016 pemerintah menargetkan pertumbuhan sebesar 5,5 persen padahal dalam usulan proyek pembangunan listrik 35.000 MW saat itu pemerintah targetnya sebesar 5,7 persen.
"Kalau sekarang kan turun, maka kalau masuk situ target pertumbuhan listrik bisa berubah," tandasnya.
Menurutnya, penyesuaian target pertumbuhan ekonomi dan asumsi kebutuhan listrik harus disesuaikan oleh pemerintah karena hal tersebut akan berdampak secara menyeluruh dibeberapa sektor utama.
"Itu akan menimbulkan multi efek," pungkasnya.
Politisi Partai Golkar tersebut juga merasa pesimis, pemerintah dapat merealisasikan proyek ambisius tersebut lantaran proyek listrik sebelumnya pun belum pernah tercapai.
"Target 35 ribu MW tidak mudah, karena mengingat 10 ribu MW tahap pertama tidak kunjung usai dari tahun 2007-sampai tahun sekarang belum lengkap," tuturnya.(yn)