JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Beberapa minggu terakhir ini publik disibukan dengan penonaktifan 243 perguruan tinggi di Indonesia. Penonaktifan kampus yang dilakukan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Dengan alasan untuk meningkatkan kualitas dunia pendidikan dan pembenahan administrasi universitas.
Menangapi hal ini Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Jami Kuna menilai, negara gagal untuk melindungi dan mencerdaskan anak bangsa. Sebab, negara terlihat lepas tanggungjawab atas persolan yang dihadapi oleh ratusan ribu mahasiswa dan alumni yang berasal dari kampus yang dinonaktifkan/ditutup tersebut.
"Jika benar-benar negara berpihak dan bertanggungjawab serta ingin melindungi warganya, negara seharusnya menjadi barisan paling depan untuk memperbaiki persoalan yang dihadapi oleh kampus yang ada, sehingga langkah untuk penonaktifan kampus yang dilakukan Dikti tidak menjadi monster bagi mahasiswa dan alumni lulusan Universitas yang masuk dalam daftar kampus bodong seperti yang diberitakan di berbagai media cetak atau elektronik," kata Kuma pada TeropongSenayan, Minggu (18/10/2015).
Dengan demikian, LMND menyatakan sikap menolak segala bentuk upaya pemerintah untuk lepas tanggungjawab terhadap masa depan ratusan ribu mahasiswa dan alumni. Sebab, penonaktifan kampus yang berjumlah 243 diseluruh Indonesia itu sangat merugikan mahasiswa dan alumni.
"Kami juga mendesak pihak yayasan dan rektor yang kampusnya masuk dalam daftar nonaktif untuk segera berkoordinasi dengan Dikti," tegasnya.
Jika dilihat lebih dalam lagi, semua masalah yang timbul adalah akibat dari liberalisasi pada sektor pendidikan yang dijalankan oleh pemerintah. Akibat dari sistem ini, kualitas pendidikan adalah bukan tujuan utama, melainkan keuntungan.
"Jadi dunia pendidikan dijadikan sebagai bisnis yang menjanjikan, maka tidak heran jika begitu banyak perguruan tinggi yang asal berdiri. Jika sudah begitu dimana tanggungjawab negara?," tutupnya. (mnx)