INGGRIS (TEROPONGSENAYAN) - Kebakaran hutan terus meluas hingga ke dalam jantung hutan di wilayah Indonesia. Bencana asap itu disinyalir akan memusnahkan benteng terakhir dari beberapa hewan di Indonesia, termasuk orang utan.
Satelit fotografi menunjukkan bahwa sekitar 100.000 titik api telah membakar lahan gambut Indonesia sejak Juli. Tak hanya membakar lahan perkebunan dan pertanian, kini kejadian mengenaskan tersebut juga mulai menyentuh ke dalam jantung hutan. Akibatnya, kehidupan flora dan fauna langka mulai terancam.
Setidaknya, 358 titik api atau ”hotspot" telah terdeteksi dalam Hutan Sabangau di Kalimantan.
Sabangau terkenal dengan kekayaan orang utan liarnya. Tercatat, sekitar 7.000 orang utan liar hidup di daerah tersebut. Ditempat lainnya, Taman Nasional Tanjung Puting, yang merupakan rumah dari 6.000 kera liar juga terancam oleh bencana ini.
"Saya semakin takut untuk berpikir tentang apa yang akan terjadi dengan orangutan. Tak hanya itu, spesies lainnya, seperti macan tutul langka dan rangkong, semakin terancam dengan situasi yang mengerikan dan memburuk dari hari ke hari," kata Mark Harrison, direktur penelitian dan konservasi orangutan (OuTrop) yang berbasis di Inggris seperti yang dilansir di laman The Guardian (26/10/15).
Prof Susan Page, seorang ahli geografi dan ahli konservasi lahan gambut di Universitas Leicester, mengatakan, gambut kering dengan sangat mudah terbakar dan kejadian itu dapat berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu.
Sedikit diketahui tentang efek bagi binatang yang menghirup asap dari lahan yang terbakar. Tapi bisa dipastikan, paru-paru mereka serupa dengan manusia.
Tim relawan telah mencoba untuk memadamkan api. Tapi, tak banyak yang bisa dipadamkan oleh mereka.
Menurut Simon Husson, Direktur konservasi OuTrop, Di hutan Sabangau, satu titik api berhasil membakar sekitar 500 hektare hutan.
Akibat kebakaran hutan ini, ratusan ribu orang menderita infeksi saluran pernafasan. Dan hingga saat ini, 6 provinsi telah masuk ke dalam berbahaya.
“Orang-orang terpaksa menghirup asap karena terbakarnya salah satu hutan hujan terbesar di dunia,” kata Husson.
“Cara untuk menanggulangi ini adalah dengan mengerahkan sebanyak mungkin orang di wilayah tersebut guna memadamkan api ditempat tersebut. Tak hanya itu, bom hujan juga perlu dilakukan secara intensif,” katanya lagi.
Di Palangkaraya, ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, kabut asap paling pekat menyelimuti udara.
Bedasarkan BMKG setempat, udara di Palangkaraya sudah sangat berbahaya dengan jarak pandang hanya mencapai 30 meter.
Kepala petugas medis kota menyatakan telah mendiagnosis 5931 orang dengan keluhan infeksi saluran pernapasan sejak Juli. Tak hanya itu, sekolah telah ditutup untuk beberapa hari.
"Kami memiliki hari yang kita sebut 'Hari Kuning'. Hari Kuning adalah hari dimana asap menyerap sinar matahari. Kejadian itu merubah hari menjadi warna sepia,” kata salah satu warga Palangkaraya yang diwawancarai oleh The Guardian.
"Masker yang tersedia tidak memadai dan beberapa orang kadang merasa repot untuk memakainya,” katanya.
"Tidak semua orang di sini tampaknya sadar akan risiko kesehatan. Padahal sudah ada laporan tentang keguguran dan kematian dini pada bayi,” tambahnya lagi. (Icl/TheGuardian).