JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Persoalan rencana kenaikan harga BBM tidak hanya masalah pencabutan subsidi. Namun pemerintahan sebelumnya telah terikat oleh sejumlah perjanjian luar negeri. "Saat ini perlu ada tindak lanjut untuk mengkaji perjanjian NYMEX yang diatur dalam pemerintahan sebelumnya," kata anggota DPR dari F-Hanura, Rufinus Hotmaulana Hutauruk.
Menurut Rufinus, pemerintahan sekarang saat ini hanya tinggal melanjutkan saja. Justru pemerintahan sebelumnya terikat dengan perjanjian-perjanjiannya. "Jadi, jangan-jangan ada salah satu pihak yang diuntungkan jaman itu, maka seharusnya hal ini perlu ditelusuri," ujarnya kepada TeropongSenayan di Jakarta, kemarin (10/11/2014).
Lebih jauh Rufinus menjelaskan ada pasal yang justru bertentangan dengan mekanisme pemerintahan, khususnya pada UU No.22 Tahun 2001 pasal 28 ayat 2. Di situ disebutkan persaingan usaha dalam bentuk permintaan dan penawaran soal migas dan minyak masih mengikuti New York Mercantile Exchange (NYMEX).
Diakui Rufinus, problem soal BBM pada pemerintahan sebelumnya, lebih karena masalah mafia migas. "Berarti zaman itu, ada mekanisme yang salah. Pemerintah yang dulu tidak mampu memainkan pasar. Justru kita dimainkan oleh para broker," imbuhnya. (ec)