JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Terjadinya aksi bom bunuh diri di Solo beberapa waktu lalu memiliki dampak cukup kuat terhadap beberapa sektor, salah satunya ekonomi dan perlindungan hukum.
Menyikapi hal tersebut, pengamat ekonomi asal Universitas Borobudur, Jantenengan Manalu mengatakan, aksi bom bunuh diri di Solo kemarin merupakan hal yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi karena memiliki efek domino bagi calon investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Dengan adanya terorisme, dirinya menilai hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi investasi, stabilitas politik dan keamanan.
"Mereka kan akan membawa modal besar ke Indonesia, tentunya yang dibutuhkan ialah keamanan dan kenyamanan dalam berinvestasi, dengan terjadinya bom bunuh diri kemarin hal tersebut sangat mempengaruhi," kata Manalu di Jakarta, Senin (11/07/2016).
Menurutnya, di tengah perekonomian seperti saat ini pemerintah harus segera memperbaiki kondisi gairah investasi di Indonesia.
"Bisa kita lihat investsi, multiplier efek atau efek ganda investasi bila masuk ke Indonesia termasuk didalamnya ialah lapangan kerja, penerimaan negara dari sektor pajak, situasi inilah yang dapat memperbaiki kondisi Indonesia," ujar dia.
Dirinya berharap pemerintah dapat melakukan aksi cepat tanggap untuk segera menindak lanjuti adanya serangan terorisme dengan mengembalikan kepercayan publik.
"Bilamana penanganan lamban investor-investor asing malah dapat berpindah ke negara luar yang lebih aman dan ini tidak boleh dibiarkan," tandasnya.
Sementara itu pendapat lain disampaikan oleh Pengamat Kepolisian, Ferdinand Montororing mengatakan Presiden Joko Widodo sebagai pemegang mandat yang melahirkan deklarasi agar mengambil langkah politik internasional.
"Saya desak Jokowi sebagai pemegang mandat yang melahirkan deklarasi agar ambil langkah politik internasional,"ucap Ferdinand.
Ferdinand menambahkan, sebelum terjadi teroris di kota Madinah, Saudi Arabia, ancaman teror terlebih dahulu beraksi di Solo, Jawa Tengah.
"Eksekusi itu bukan pada Selasa pagi, eksekusi akan dilaksanakan ketika Jokowi ada di Solo, tapi karena jejaknya sudah terlacak Densus 88 maka dilaksanakan percepatan eksekusi, sama dengan yang terjadi di Thamrin," terang dia.
Ferdinand memungkasi, Indonesia menjadi sasaran mudah untuk para pelaku terorisme. Pasalnya, keamanan yang terjaga saat ini kurang mumpuni sehingga terjadi pandangan dari kelompok etnis.
"Kenapa di Asean hanya Indonesia yang jadi sasaran empuk gerakan teroris kecuali Thailand? Karena ada pergerakan politik yang menyangkut kelompok etnis. Lalu Filipina, markas akademik militer, Indonesia banyak alumni timteng dan Mindanau yang bermain," tanya dia.
"Dana yang bermain di internsional gak sedikit, Indonesia terima dari Australia dan sebagainya.Teroris juga terima bantuan Luar Negeri," lanjutnya.
Ferdinand mengimbau pemerintah agar mempunyai aksi yang lebih keras, dalam hal ini pengamanan dari pihak Polri, serta harus merevisi total UU Anti-Terorisme.
"Malaysia bukan hanya punya security action tapi harus lebih keras dari itu. DPR lagi godok Undang-Undang (UU) anti teroris. UU itu harus direvisi total. Karena pendekatan ketika UU itu dibuat menggunakan konsep human right yang dikedepankan Nasional defense diabaikan," pungkas dia.(yn)