Berita
Oleh Alfian Risfil pada hari Selasa, 26 Jul 2016 - 09:12:14 WIB
Bagikan Berita ini :

Di Depan Hakim, Ahok Beri Alasan Ngotot Pertahankan 15 Persen Kontribusi Tambahan

3Ahok-3.jpg
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan alasannya ngotot mempertahankan kontribusi tambahan 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah yang dapat terjual di pulau reklamasi.

"Kami ngotot kalau tidak 15 persen tidak mungkin. Dari Simulasi hitungan staf saya saja kalau 15 persen dan langsung terjual 2016 dengan NJOP sekarang, kita bisa dapat kontribusi Rp84 triliun yang bisa digunakan untuk membangun 120 ribu rusun unit. Kalau penjualan sampai 10 tahun dari menguruk sampai jual 2027 kami akan dapat kirap-kira dapat Rp158 triliun untuk kontribusi mengatasi banjir DKI. Itu alasan kenapa eksektuif tidak mau kompromi soal kontribusi tambahan yang menurut kami dasar hukum sangat jelas," kata Ahok di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (25/7/2016).

Ahok menjadi saksi dalam kasus suap mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi.

"Karena legislatif tidak setuju, lalu saya bilang ke teman karena ini jelang pilkada, bisa saja ini DPRD jualan pergub (peraturan gubernur) misalnya dengan mendukung siapa saja yan mau menghilangkan 15 persen ini akan kami dukung. Tapi saya tidak bicara ke DPRD, hanya ke teman-teman ini ada niat nakal. Jadi kalau DPRD memang mau 15 persen diatur di pergub maka saya minta ke bawahan untuk menyiapkan draft pergub mumpung saya jadi gubernur, jadi kalau saya tidak lagi jadi gubernur maka saya akan tuntut orang itu untuk ganti kerugian negara, tapi begitu saya tawarkan, Taufik (Mohamad Taufik, ketua Badan Legislasi Daerah DPRD DKI Jakarta) berubah pikiran dan malah menulis tentang 5 persen itu," ungkap Ahok.

Maksud Ahok adalah rumusan penjelasan pasal 110 ayat (5) huruf c yang semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang".

"Bu Tuty (Kepala Bappeda) membawa tulisan draft katanya dari Pak Taufik mengusulkan 15 persen itu dihilangkan menjadi semua kewajiban dan kontribusi yang menambah daratan tadi dia ingin menggunakan 5 persen yang diputuskan dari Bappenas. Jadi harusnya 5 persen tanah pulau ditambah 15 persen NJOP tiba-tiba 15 persen hilang mau ditukar dari tanah kami 5 persen maka saya marah malam itu dan saya bilang ke Bu Tuti ini gila, bisa pidana korupsi, balikin. Saya bilang dia gila kalau dia usulin begitu," jelas Ahok.

Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.(yn)

tag: #ahok  #proyek-reklamasi-jakarta  #reklamasi-pantai-utara-jakarta  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement