JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Lokasinya sepi dan jarang dibuka, itulah kesan pertama saat mengunjungi Museum DPR. Yang cukup mencengangkan tidak semua pengunjung mengetahui DPR memiliki museum. Pasalnya, museum DPR hanya dibuka pada saat tertentu saja, terutama saat ada kunjungan dari siswa sekolah, mahasiswa, delegasi luar negeri hingga duta besar. Usai pengunjung pulang, maka museum akan ditutup kembali. Jadi tidak mengherankan bila hari-hari biasa suasananya sangat sepi.
Selain jarang dijamah pengunjung, suasana penerangan di dalam ruangan museum pun kurang terang. Padahal keberadaan museum DPR sangat penting di masa depan. Selain menyimpan benda-benda bersejarah, terpampang sejumlah koleksi foto. "Memang saat ini museum DPR perlu dilakukan revitalisasi," kata Humas DPR, Jaka Dwi Winarko kepada TeropongSenayan di Jakarta, Selasa (6/1/2015).
Berdasarkan data, setidaknya dalam museum itu tersimpan 64 set naskah, 159 barang dan 348 buah foto. Beberapa foto menggambarkan bendera partai-partai peserta pemilu dari tahun ke tahun dalam bentuk figura. "Susunan foto dan meja-meja sudah tidak bagus dipandang lagi, harus ditata ulang lagi," tambah Jaka lagi.Selain itu ada pula perlengkapan sidang yang digunakan pimpinan DPR RI dari masa KNIP hingga DPR pada masa Orde Baru, seperti kursi pimpinan, palu, telepon, dan pulpen merk 'Ero'.
Beberapa foto menggambarkan periodesasi DPR, bermula dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tahun 1945. Dari deretan foto-foto itu menggambarkan setiap periode DPR, punya latar belakang, sejarah politik, jumlah anggota dan fraksi, serta kinerja yang berbeda. Ditambah lagi ada foto ketua parlemen mulai dari Sartono, Kasman Singodimedjo hingga Marzuki Alie terpampang di sini.
Selain foto, terpajang juga sebuah lukisan berukuran besar karya S.Soedjojono bertuliskan 1978. Lukisan itu menggambarkan perdebatan para politisi di dalam Gedung Parlemen. Mayoritas koleksi di museum ini kelihatan usang dan minim keterangan. Kursi dan meja misalnya, tidak disebutkan dibikin dari bahan kayu apa dan siapa pembuatnya, tak jelas pula kapan digunakan oleh DPR. Hanya saja untuk mendapatkan semua koleksi itu, DPR harus bekerja sama dengan Koninklijk Instituut voor Taal- Land- en Volkenkunde (KITLV), sebuah lembaga penelitian milik Pemerintah Belanda di Leiden yang menyimpang sejumlah koleksi benda-benda budaya nusantara.
Yang jelas gagasan untuk mendirikan Museum DPR datang dari pimpinan MPR/DPR periode 1987-1992. Saat itu Ketua MPR/DPR M Kharis Suhud dan Wakilnya, Soekardi, Saiful Sulun dan HJ Naro. Langkah pertama yang dilakukan MPR/DPR adalah membentukan Yayasan Museum DPR-RI terlebih dahulu, dimana HJ Naro sebagai ketua. Kemudian, setelah itu panitia membuat cetak biru pembangunan gedung museum serta membentuk tim khusus. (b)