Berita
Oleh Bachtiar pada hari Minggu, 18 Sep 2016 - 10:49:34 WIB
Bagikan Berita ini :

DPR: Aneh, Negara Sedang Defisit Malah Cetak Uang Baru

43heri.jpg
Heri Gunawan (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengkritisi kebijakan pemerintah yang melakukan pencetakan uang baru ditengah kondisi perekonomian yang tidak stabil seperti saat ini.

"Pencetakan uang baru itu dilakukan di saat keuangan negara sedang defisit. Masalahnya adalah bukan soal disain, tapi perlu dipertimbangkan atau dihitung jumlah uang yang beredar di masyarakat saat ini. Jika tidak, maka ini bisa berpengaruh pada tingkat inflasi," tandas politisi Gerindra ini saat dihubungi TeropongSenayan di Jakarta, Minggu (18/09/2016).

Selain itu, lanjut dia, Pemerintah juga perlu menyertakan alasan urgensi diterbitkannya uang baru.

Sebab, kata dia, Mencetak uang baru itu tidaklah murah.

"Butuh anggaran juga. Padahal, pemerintah getol-getolnya pangkas anggaran dengan alasan penghematan," sindir ketua DPP Partai Gerindra ini.

Menurutnya, Dalam konteks yang lebih luas, pemerintah semestinya memikirkan bagaimana ekonomi berjalan lebih baik, bagaimana keuangan negara bisa lebih sehat. Itu yang dibutuhkan masyarakat saat ini.

"Cetak uang baru bukan hal urgen saat ini. Kalau, misalnya, alasan cetak uang baru karena alasan pajak tidak memenuhi target. Itu keliru. Malahan yang terjadi bisa sebaliknya. Ekonomi bisa terganggu kalau kegiatan cetak uang baru tidak diawasi dan dikelola seoptimal mungkin," ujar Waketum HKTI ini.

Justru, kata dia, Yang urgen saat ini adalah bagaimana meningkatkan produktifitas masyarakat. Dan itu berarti butuh stimulus yang lebih. Sehingga, berapapun uang baru yang beredar tetap bisa diimbangi dengan jumlah barang yang diproduksi.

"Ketimbang mencetak uang baru yang tidak urgen itu, bukankah lebih baik, misalnya, melacak dugaan korupsi mesin Intaglio Komori yang dibeli Perum Peruri dengan tipe IC-532III yang tidak sesuai spesifikasi dan kabarnya seperti ditelan waktu?," tegas Heri.

Disamping itu, lanjut dia, Tidak urgennya pencetakan 11 uang baru itu juga perlu memperhatikan belanja pemerintah.

Jika dibandingkan dengan anggaran belanja dalam APBN-P 2016 lalu, ungkap dia, belanja pemerintah untuk tahun 2017 lebih rendah. Dalam APBN-P 2016 lalu belanja negara dipatok sebesar Rp 2.082 triliun. Sementara itu, belanja korporasi juga akan relatif stagnan karena perlambatan ekonomi yang belum juga surut.

"Artinya apa? Yang beredar banyak (mencetak uang baru) tanpa produktifitas yang seimbang hanya akan menambah inflasi," ketus dia.

"Oleh karena itu, saya berharap pemerintah, khususnya BI, menjaga stabilitas jumlah uang yang beredar di masyarakat. BI sebagai bank sentral di Indonesia harus berusaha dengan berbagai kebijakannya menyediakan kebutuhan uang rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar," ujar Heri.

Selain itu, lanjut dia, Setiap uang yang diterbitkan harus dapat mempermudah kelancaran transaksi pembayaran tunai, dapat diterima, dan dipercaya oleh masyarakat.

"Jadi, tidak asal terbitkan uang baru. Namun harus melalui kajian yg komprehensif dan mendalam bukan sebatas selera," pungkas dia.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penetapan Gambar Pahlawan Nasional sebagai Gambar Utama pada Bagian Depan Rupiah Kertas dan Rupiah Logam Indonesia baru-baru ini. (icl)

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement