JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana mengusulkan agar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dapat direvisi untuk menyelesaikan persoalan transportasi online.
Yudi menjelaskan, kondisi digitalisasi transportasi yang berkembang saat ini seharusnya bisa lebih adaptif dengan aturan yang ada.
"Meskipun peraturan tersebut ditunda pelaksanaannya hingga 6 bulan mendatang, namun secara jangka panjang Komisi V mendorong agar UU Lalu Lintas dapat direvisi untuk mengakomodir masukan dari banyak pihak, terutama para pengemudi transportasi online dan masyarakat yang antusias menggunakannya," kata Yudi kepada TeropongSenayan, Jakarta, Rabu (5/10/2016).
Selain itu, lanjut Yudi, situasi UU Nomor 22 Tahun 2009 sudah melewati masa lima tahun, sehingga membutuhkan pendekatan baru dalam melihat transportasi online yang harus diatur dalam sebuah kebijakan.
"Komisi lima melihatnya tidak semata-mata melihat persoalan ini dari sudut pandang bisnis. Tapi, kami melihat dengan adanya transportasi online ada peluang untuk menyelesaikan persoalan ekonomi masyarakat. Ini memberikan alternatif mencari pekerjaan, dan ini harus dikasih ruang dan diatur melalui undang-undang," tukasnya.
Politisi PKS ini mengungkapkan, secara jangka pendek pemerintah harus mengeluarkan pemerintah Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tersebut, agar meredam gejolak penolakan yang terjadi di masyarakat sebagai payung hukum transportasi online.
Aturan ini, ujar Yudi, mengatur agar para pengemudi taksi online diwajibkan memiliki Sim A Umum, mobil harus dilakukan uji KIR, STNK harus berbadan hukum, terdaftar sebagai angkutan sewa berbasis aplikasi, dan tarif ditentukan oleh Kementerian Perhubungan.
"Komisi lima menilai jalan tengah terkait polemik ini adalah membentuk badan hukum berupa koperasi, agar STNK tetap nama pribadi, dan tetap plat hitam. Di sisi lain, kami juga meminta Kemenhub untuk berkoordinasi kepada Kemenkop-UKM agar mengevaluasi koperasi agar sesuai dengan UU Koperasi, khususnya berkaitan dengan hak suara anggota koperasi," tegasnya.
Dengan demikian, lanjut Yudi, adanya Permenhub ini, tarif transportasi online dapat diatur oleh pemerintah agar fluktualisasi tarif tidak merugikan konsumen dan pengemudi karena dapat dinaikkan sewaktu-waktu (excessive margin) atau perang tarif serendah-rendahnya (predatory pricing). (icl)