JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pimpinan DPR menyoroti serius pengembangan energi panas bumi, khususnya dari sisi regulasi. Di samping penentuan tarif listrik, dewan juga mencermati regulasi tentang zona dan potensi panas bumi.
Soal tarif misalnya, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menegaskan, Perusahaan Listrik Negara (PLN) wajib membeli listrik dan uap dari pembangkit listrik panas bumi. Hal tersebut senada dengan Permen ESDM No.17 tahun 2014, pasal dua ayat pertama.
Namun, Agus memberikan catatan khusus tentang proses penentuan harga jual beli listrik panas bumi. Dia tidak menampik penentuan tersebut sering menimbulkan masalah karena tidak ada titik temu antara PLN dan pengembang.
"Kami melihat perbedaan harga listrik dari berbagai pembangkit energi lain sangat mempengaruhi PLN dalam menetukan harga listrik dan panas bumi. Oleh karena itu, kami mendorong percepatan peraturan pemerintah mengenai pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung. Ketentuan di dalamnya memuat model feed in tarif dengan skema fixed prices. Semuanya akan diatur melalui Permen ESDM," papar Agus di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Senin (24/10/2016).
Selanjutnya, Agus menyorot regulasi tentang lahan panas bumi. Politisi Demokrat ini menyatakan, pengadaan lahan dan lingkungan harus mengacu kepada Undang Undang Nomor 21 tahun 2014. Pemgembangan panas bumi dapat dilakukan di wilayah hutan konservasi melalui izin pemanfaatan jasa lingkungan. Sebab, izin yang ada saat ini hanya diberikan untuk selain zona rimba dan inti, yang mengacu kepada PP No.108 tahun 2015. Di sisi lain, saat ini tengah dilakukan revisi UU No. 2 tahun 1990 untuk sinkronisasi mengenai jasa lingkungan.
"Melihat sebagian besar potensi panas bumi ada di zona inti, sehingga harus ada standar prosedur untuk usulan perubahan zonasi," jelasnya.
Sementara itu, guna mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan, menurut Agus, dibutuhkan data-data akurat untuk mengonfirmasi cadangan panas bumi. Di samping itu perlu dilakukan kajian dan penelitian tentang energi baru dan terbarukan, khususnya panas bumi.
"Pemerintah dapat bekerja sama dengan universitas, badan penelitian, konsultan ahli dan asosiasi untuk membentuk pusat riset dan studi kelayakan teknis, kajian regulasi dan ekonomi. Saat ini, ITB, Ul dan UGM telah melakukan kerja sama penelitian dengan pusat kajian panas bumi, baik dalam maupun luar negeri," tuturnya.
Pada bagian lain, Agus mencermati keterlibatan masyarakat dalam proyek pembangkit panas bumi, yang merupakan kewajiban pengembang.
"Panas bumi dapat digunakan secara langsung untuk wisata, pertanian, dan perkebunan. Sehingga kita dapat mendorong terciptanya usaha kecil menengah yang dikelola oleh masyarakat di sekitar area pengembangan panas bumi," tegasnya. (plt)