JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Penetapan status tersangka terhadap Budi Gunawan oleh KPK terkesan spontan serta mengabaikan asas praduga tak bersalah. Atas dasar itu Ketua Presidium Badan Eksekutif Nasional (BEM) se-Indonesia, Syaefuddin Ahrom Al Ayubbi menilai tindakan KPK sarat muatan politis.
“Penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka gratifikasi dan rekening gendhut oleh KPK syarat dengan nuansa politik dan balas dendam kepentingan pribadi. KPK jangan terjebak dalam politik praktis. KPK Harus Independen,” tegas Syaefuddin Ahrom Al Ayubbi alias Ucok di Jakarta, Senin (19/1/2015). Bagi Ucok, Jokowi tentu sudah mempertimbangkan secara matang rekam jejak, prestasi dan pengabdian Komjen Budi Gunawan di Kepolisian.
Oleh karena itu, lanjut Ucok, KPK seharusnya tidak gegabah dalam menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka tindak pidana korupsi karena belum ada bukti nyata. “Presiden Joko Widodo pasti sudah mempertimbangkan rekam jejak, prestasi dan pengabdian Komjen Budi Gunawan di Institusi Kepolisian. Semestinya sebelum ditetapkan sebagai tersangka KPK harus cukup bukti,” ujarnya.
Menurut Ucok, penunjukkan Komjen Budi Gunawan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tepat. Di tengah hiruk pikuk permasalahan yang melanda bangsa Indonesia, sudah semestinya dibutuhkan Kapolri yang mempunyai ketegasan dan punya track record yang baik dalam institusi Kepolisian.
Hanya saja, lanjut Ucok, situasi perpolitikan nasional yang memanas akibat berbagai persaingan tidak sehat membuat banyak kalangan yang berusaha untuk melakukan tindakan-tindakan penjegalan. Namun Presiden Jokowi dinilai telah mengambil pertimbangan yang matang saat memilih Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri.
"Jokowi tentu punya pertimbangan akurat dalam penunjukkan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Pertimbangan tersebut tentu saja tidak dilakukan secara serampangan dan presiden pasti telah mempertimbangkan berbagai hal serta melibatkan berbagai kalangan dalam penunjukkan Komjen Budi Gunawan," ungkapnya.(ris)