Bisnis
Oleh Bani Saksono pada hari Senin, 05 Des 2016 - 16:31:13 WIB
Bagikan Berita ini :
DISKUSI NASIONAL REVITALISASI BTM [4]

OJK: LKM Perlu Payung Hukum Tersendiri

892B8A5723.JPG
Direktur LKM OJK Suparlan mendapat giliran menyampaikan presentasinya dalam diskusi nasional bertajuk (Sumber foto : TeropongSenayan)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Praktik keuangan mikro di Indonesia telah berkembang dalam beberapa dekade saat ini. Agar makin berkembang, diperlukan payung hukum yang kuat. ‘’Jadi ada urgensi tersendiri mengapa harus diterbitkan UU tersebut,” tutur Direktur Lembaga Keuangan Mikro – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Suparlan.

Hal itu diungkapkan Suparlan dalam acara diskusi nasional bertajuk Revitalisasi BTM Pasca Terbitnya Undang-Undang No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang diselenggarakan oleh Induk BTM dan TeropongSenayan.com [29/11/2016]. Dikatakannya,

Diakui oleh Suparlan, Indonesia merupakan laboratorium LKM terbesar di dunia. Hal ini tidak lepas dari pengaruh budaya, agama dan sektoral yang ada. Maka, keberadaan dari LKM di Indonesia sangat beragam jenisnya dan memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian nasional.

Bahkan, kata dia, banyak pemerintah daerah menilai, keberadaan LKM mampu berkontribusi dalam pembangunan daerah khususnya dalam pemberdayaan masyarakat. “Untuk itulah pemerintah daerah sangat mendukung keberadaan LKM karena perannya dalam memfasilitasi pelaku usaha mikro di daerah,” kata Suparlan.

Terhadap keberadaan baitut tamwil Muhammadiyah [BTM], Suparlan menjelaskan, hal itu terkait dengan Pasal 33 dan Pasal 39 ayat [1] dan [2] UU Nomor 1 Tahun 2013. Karena itu, pada saat UU LKM mulai berlaku, maka Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun.

“Terhitung sejak undang-undang ini berlaku, lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud tersebut wajib memperoleh izin usaha dari OJK paling lama satu tahun,” kata Suparlan. “Dengan demikian,” kata dia, “BTM yang ingin mengajukan diri memperoleh izin sebagai LKM bisa segera dilakukan.”

Menurut pejabat OJK ini, ada dua model LKM, yaitu model konvensional dan syariah. Karena itu, diperlukan aturan hukum yang lebih tegas dan spesifik. “Terkait inilah OJK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengatur sehingga praktik LKM bisa berjalan dengan baik dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,” terangnya.

Dalam kajian pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia, OJK membaginya dalam beberapa kelompok. Pertama, usaha mikro dengan kekayaan bersih kurang lebih Rp 50 juta dengan penjualan pertahun kurang lebih Rp 300 juta. Jumlah pelaku UMKM yang demikian di tanah air sekitar 98,77%.

Kedua, usaha kecil dengan kekayaan bersih kurang lebih Rp 50 juta hinga Rp 500 juta dengan penjualan pertahun Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 miliar. Jumlah pelaku usaha kecil selama ini sekitar 1,13%. Ketiga, usaha menengah dengan kekayaan bersih kurang lebih Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar dengan penjualan per tahun sekitar Rp 2,5 miliar hingga Rp 50 miliar, jumlah pelaku usaha menengah ini diperkirakan sekitar 0,09%.

“Kelompok keempat, usaha besar dengan kekayaan bersih lebih dari 10 M dengan penjualan pertahun sekitar lebih dari Rp 50 miliar,” ujar Suparlan. Jumlah pelaku usaha besar ini sekitar 0,01%. Dengan spektrum kelompok pelaku UMKM inilah tentunya bisa dimanfaatkan oleh LKM yang selama ini menjadi mitra dari UMKM. [b]

tag: #otoritas-jasa-keuangan-ojk  #smesco  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement